Jakarta – Sebanyak 29 musisi Indonesia, termasuk Ariel NOAH, Bunga Citra Lestari (BCL), Judika, hingga Raisa, menggugat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini didasarkan pada keresahan para musisi atas ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan aturan royalti dan izin membawakan lagu di atas panggung.
Sidang pendahuluan perkara tersebut digelar pada Kamis, 24 April 2025, di Gedung MK. Tim kuasa hukum pemohon, yang dipimpin Panji Prasetyo, mengajukan uji materi terhadap lima pasal dalam UU Hak Cipta, yakni Pasal 9 ayat 3, Pasal 23 ayat 5, Pasal 81, Pasal 87 ayat 1, dan Pasal 113 ayat 2.
Musisi Merasa Terancam
Panji menjelaskan bahwa para musisi kini hidup dalam kekhawatiran karena adanya perbedaan penafsiran atas pelaksanaan UU Hak Cipta di lapangan. Menurutnya, beberapa kejadian belakangan menunjukkan bahwa musisi bisa dituntut atau bahkan dipidana hanya karena membawakan lagu tanpa izin langsung dari pencipta atau karena belum membayar royalti secara pribadi.
“Mereka merasa gelisah karena ketidakpastian hukum yang muncul. Dulu, hal ini tidak menjadi masalah, namun kini, karena penafsiran yang berubah-ubah, profesi mereka diliputi ketidakpastian bahkan ketakutan,” ujar Panji di hadapan majelis hakim MK.
Contoh Kasus: Once Mekel hingga The Groove
Dalam sidang, pemohon memaparkan beberapa contoh kasus yang memperlihatkan kekacauan penafsiran atas UU tersebut. Salah satunya adalah kasus Once Mekel yang dilarang membawakan lagu-lagu Dewa tanpa izin dan pembayaran langsung kepada penciptanya.
Contoh lain adalah kasus antara grup band The Groove dan mantan personelnya, Rika Roeslan. Rika menyomasi The Groove karena menyanyikan lagu ciptaannya tanpa izin langsung, dan menetapkan tarif pembayaran secara pribadi, bukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah atau Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Padahal selama ini royalti tunduk pada ketentuan Undang-Undang dan peraturan menteri yang tarifnya ditentukan oleh pemerintah,” jelas Panji.
Pertanyaan Kunci dari Gugatan
Melalui uji materi ini, para musisi berharap MK memberikan tafsir yang lebih jelas terhadap aturan-aturan tersebut. Ada beberapa pertanyaan mendasar yang diajukan kepada MK, yakni:
- Apakah pelaku pertunjukan wajib meminta izin langsung kepada pencipta lagu untuk menampilkan karyanya?
- Siapakah yang berkewajiban membayar royalti, pelaku pertunjukan atau penyelenggara acara?
- Apakah pencipta lagu dapat menetapkan tarif royalti sendiri tanpa mengacu pada ketentuan yang berlaku?
- Apakah keterlambatan pembayaran royalti dapat langsung dikategorikan sebagai tindak pidana?
Daftar Pemohon
Gugatan ini tercatat dengan nomor akta pengajuan permohonan elektronik (AP3) 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025. Berikut 29 musisi yang tergabung sebagai pemohon:
- Armand Maulana
- Nazril Irham (Ariel NOAH)
- Vina Panduwinata
- Titi DJ
- Judika
- Bunga Citra Lestari (BCL)
- Rossa
- Raisa
- Nadin Amizah
- Bernadya
- Nino (RAN)
- Vidi Aldiano
- Afgan
- Ruth Sahanaya
- Yuni Shara
- Fadly (Padi)
- Ikang Fawzi
- Andien
- Dewi Gita
- Hedi Yunus
- Mario Ginanjar
- Teddy Adhitya
- David Bayu
- Tantri (Kotak)
- Arda (Nidji)
- Ghea Indrawari
- Rendy Pandugo
- Gamaliel
- Mentari Novel
Gugatan ini menjadi momentum penting untuk menata ulang sistem perlindungan hak cipta di Indonesia, khususnya bagi para pelaku pertunjukan dan pekerja seni musik yang kerap terjebak dalam ketidakjelasan hukum.
Berikut Video Sidang Perkara Nomor 28, 37/PUU-XXIII/2025. Kamis, 24 April 2025 dan Sidang Perkara Nomor 30/PUU-XXIII/2025. Kamis, 24 April 2025 yang bersumber dari Yotube Mahkamah Konstitusi www.youtube.com/@mahkamahkonstitusi