(KININEWS) – Berbagai teknologi yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan China terus mengalami kemajuan pesat. Beberapa inovasi terbaru bahkan sempat mengguncang industri masing-masing. Salah satu contohnya adalah model kecerdasan buatan (AI) DeepSeek-R1, yang menarik perhatian karena dapat dikembangkan dengan efisiensi tinggi dan biaya lebih rendah dibandingkan kompetitornya, seperti GPT-4 dari OpenAI, namun tetap menawarkan performa yang hampir setara.
Selain itu, perusahaan otomotif China, BYD, baru-baru ini memperkenalkan teknologi pengisian daya super cepat (ultra fast charging) untuk mobil listrik. Teknologi ini memungkinkan kendaraan menempuh jarak hingga 470 km hanya dengan pengisian daya selama sekitar 5 menit, yang membuat industri mobil listrik ramai membicarakannya. Kedua inovasi ini diyakini hanyalah awal dari perkembangan teknologi China, yang diperkirakan akan semakin maju di masa mendatang.
Pemerintah China berencana memberikan berbagai stimulus dan investasi besar untuk mendukung kemajuan teknologi dalam negeri. Salah satu langkah terbarunya adalah pembentukan perusahaan pendanaan yang dikelola pemerintah (state venture capital guidance fund) guna mendorong pengembangan berbagai teknologi, seperti kecerdasan buatan, komputasi kuantum, semikonduktor, energi terbarukan, hingga penyimpanan berbasis hidrogen.
Pengumuman mengenai pendanaan ini disampaikan oleh Kepala Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China, Zheng Shanjie, pada 6 Maret 2025. Ia menyebutkan bahwa dana investasi yang dikumpulkan dari pemerintah dan sektor swasta diproyeksikan mencapai 1 triliun yuan (sekitar Rp 2.286 triliun) dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun.
Shanjie menegaskan bahwa dukungan pemerintah ini akan menjadi pendorong utama bagi perkembangan teknologi China serta sebagai respons terhadap berbagai pembatasan yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Ia menekankan bahwa tekanan dan blokade dari pihak tertentu hanya akan mendorong China untuk mempercepat inovasi dan menciptakan teknologi canggih secara mandiri.
Perang dagang antara AS dan China yang telah berlangsung selama beberapa tahun, termasuk kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump pada 2018, semakin memperkuat tekad China untuk mengembangkan industrinya sendiri tanpa ketergantungan pada negara lain.