Peredaran uang palsu di Indonesia menunjukkan tren penurunan, menurut catatan Bank Indonesia (BI), bahkan hingga awal tahun ini meskipun sempat muncul pemberitaan tentang kasus pemalsuan uang.
Baru-baru ini, Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal) mengungkap dua kasus besar yang melibatkan sindikat pembuat dan pengedar uang palsu. Salah satunya terungkap di rumah warga di Kelurahan Bubulak, Kota Bogor, dengan barang bukti senilai Rp2,3 miliar. Kasus lainnya melibatkan mantan aktris Sekar Arum Widara, yang diduga terlibat dalam peredaran uang palsu senilai Rp235 juta.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, M. Anwar Bashori, menjelaskan bahwa temuan uang palsu terus menurun dari waktu ke waktu. Pada tahun lalu, rasio uang palsu berada di angka 4 lembar per 1 juta lembar uang beredar (piece per million/ppm), lebih rendah dibandingkan 5 ppm pada 2023. Bahkan, pada kuartal I tahun 2025, angkanya turun drastis menjadi hanya 1 ppm.
Menurut Anwar, penurunan ini disebabkan oleh peningkatan kualitas uang rupiah—mulai dari bahan, teknologi cetak, hingga fitur keamanannya yang semakin canggih. Selain itu, kolaborasi intensif antara anggota Botasupal, seperti BIN, Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, dan BI, dalam memberikan edukasi terkait ciri keaslian uang rupiah turut berkontribusi pada penurunan peredaran uang palsu.
Botasupal secara rutin melakukan koordinasi untuk mengevaluasi serta meningkatkan strategi pemberantasan uang palsu sesuai peran masing-masing institusi. BI sendiri terus memperkuat upaya pencegahan (pre-emptif), pencegahan dini (preventif), dan penindakan (represif) dengan bersinergi bersama semua unsur dalam Botasupal.
Tugas dan kewenangan BI dalam pemberantasan uang palsu tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2012 serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam menjalankan peran pre-emptif, BI memastikan rupiah yang beredar memenuhi standar internasional dari segi keamanan dan kualitas melalui penguatan desain dan unsur pengaman serta analisis di Laboratorium Uang Palsu (BI-CAC).
Dari sisi preventif, BI menjalankan program edukasi “Cinta, Bangga, Paham (CBP) Rupiah” agar masyarakat lebih memahami dan mengenali ciri-ciri uang asli. Upaya ini dilaksanakan secara berkelanjutan melalui berbagai kanal komunikasi, termasuk media sosial dan situs resmi BI.
Sementara itu, langkah represif dilakukan melalui kerja sama dengan aparat penegak hukum, termasuk pelibatan tenaga ahli BI dalam proses penyidikan hingga persidangan untuk memastikan sanksi hukum bagi pelaku.
Anwar menyampaikan bahwa hasil dari berbagai strategi tersebut terlihat dalam bentuk apresiasi internasional. Salah satunya adalah penghargaan “Seri Uang Terbaik” (Best New Banknote Series) pada ajang IACA Currency Awards 2023 untuk Uang Rupiah Tahun Emisi 2022. Selain itu, uang pecahan Rp50.000 dari seri yang sama meraih posisi kedua sebagai mata uang paling aman dan sulit dipalsukan versi BestBrokers pada November 2024.
Penghargaan tersebut, menurut Anwar, mencerminkan pengakuan dunia terhadap keunggulan uang Rupiah dari sisi fitur keamanan dan desain. Ia menambahkan bahwa edukasi tentang metode “3D” (Dilihat, Diraba, Diterawang) terus disosialisasikan kepada masyarakat agar lebih waspada dan mampu mengenali keaslian uang.
Bank Indonesia juga mendorong masyarakat untuk merawat uang rupiah dengan baik dan menghindari perlakuan yang dapat merusak fisik uang. Anwar pun mengimbau masyarakat agar selalu menerapkan prinsip “5 Jangan”: jangan dilipat, jangan dicoret, jangan distepler, jangan diremas, dan jangan dibasahi.