Jakarta, 17 April 2025 — Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Zullies Ikawati, mengingatkan bahwa penggunaan obat pereda nyeri atau analgesik dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko kerusakan ginjal, bahkan berujung pada gagal ginjal, terutama jika dikonsumsi tanpa pengawasan medis.
Dalam wawancaranya dengan Kompas.com, Prof. Zullies menjelaskan bahwa meskipun obat pereda nyeri seperti paracetamol dan Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAID) seperti ibuprofen, diclofenac, atau naproxen umumnya aman bila digunakan sesuai dosis terapeutik, penggunaan jangka panjang tetap memiliki potensi efek samping.
“Efek samping dari obat pereda nyeri ini bisa terjadi terutama jika digunakan secara terus-menerus tanpa pemantauan medis,” ujar Prof. Zullies.
Paracetamol, misalnya, lebih berisiko menyebabkan kerusakan hati (hepatotoksisitas) jika dikonsumsi dalam dosis tinggi atau dikombinasikan dengan alkohol. Namun, risiko kerusakan ginjal dari konsumsi paracetamol lebih rendah dibandingkan NSAID, meskipun tidak sepenuhnya nol.
Beberapa studi menunjukkan bahwa konsumsi paracetamol jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit ginjal kronis, terutama jika disertai faktor risiko lain seperti dehidrasi, hipertensi, atau penggunaan bersamaan dengan NSAID.
Gejala awal kerusakan ginjal akibat konsumsi obat pereda nyeri jangka panjang dapat berupa kelelahan, mual ringan, urine berwarna gelap, penurunan frekuensi buang air kecil, dan nyeri pada perut kanan atas.
Prof. Zullies menekankan pentingnya konsultasi dengan tenaga medis sebelum mengonsumsi obat pereda nyeri secara rutin, terutama bagi individu dengan kondisi kesehatan tertentu atau yang memerlukan penggunaan jangka panjang.