Wamensos Gaungkan Revolusi Rumah Layak Huni untuk Warga Miskin

Nida Ulfa

Foto : Kemensos

Jakarta – Wakil Menteri Sosial (Wamensos), Agus Jabo Priyono, mendorong kolaborasi lintas kementerian untuk mempercepat upaya pengentasan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Dalam forum resmi bertajuk Rapat Koordinasi Satu Data Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang juga dihadiri oleh Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, Agus Jabo menekankan bahwa penyediaan rumah layak huni bukan hanya soal infrastruktur, tetapi hak dasar setiap warga negara.

Menurutnya, salah satu akar permasalahan sosial yang masih membelit jutaan warga Indonesia adalah kondisi tempat tinggal yang tidak layak—mulai dari bangunan semi permanen, lantai tanah, atap bocor, hingga sanitasi yang buruk. Hal ini tak hanya berdampak pada kualitas hidup, tapi juga memperkuat lingkaran kemiskinan.

“Ketika rakyat hidup dalam rumah tak layak, mereka rentan terhadap penyakit, pendidikan anak terganggu, dan produktivitas keluarga ikut menurun. Rumah yang layak adalah awal dari kehidupan yang lebih manusiawi,” tegasnya.

Walaupun Kementerian Sosial bukan lembaga teknis pembangunan fisik, Agus Jabo menegaskan bahwa peran Kemensos tetap krusial. Sebagai institusi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat miskin, Kemensos kerap menerima aspirasi dari bawah yang berkaitan dengan kebutuhan dasar, termasuk tempat tinggal.

Melalui program Rumah Layak Huni, Kemensos telah mencoba menjawab kebutuhan tersebut. Namun, dengan kuota yang sangat terbatas, dampaknya masih jauh dari optimal. Di tahun 2025, hanya 1.500 unit rumah yang bisa dibangun melalui program ini, padahal jumlah keluarga yang hidup dalam kondisi rumah tidak layak mencapai jutaan di seluruh Indonesia.


Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci, Data Terpadu Jadi Senjata Utama

Untuk menjawab tantangan itu, Wamensos mengajak semua pihak, khususnya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (KemenPKP), untuk bergandengan tangan. Ia menyebutkan bahwa tanpa sinergi, upaya pembangunan perumahan berpotensi tumpang tindih dan tidak tepat sasaran.

“Kita butuh basis data yang satu, akurat, dan bisa diakses bersama. Kita juga butuh menyatukan visi agar rumah yang dibangun betul-betul menyasar mereka yang paling membutuhkan,” jelasnya.

Data menjadi salah satu fondasi utama dalam sinergi ini. Melalui pendekatan Satu Data Perumahan dan Kawasan Permukiman, pemerintah berupaya menyamakan persepsi dan integrasi data antar instansi. Kemensos sendiri telah memiliki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang bisa menjadi acuan untuk menentukan penerima manfaat yang benar-benar tepat sasaran.

Lebih jauh, Agus Jabo menilai bahwa kolaborasi tidak hanya penting dari sisi teknis dan pendanaan, tapi juga dari segi penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat. Rumah yang layak tidak berhenti pada pembangunan fisiknya saja, tetapi harus diikuti dengan kesadaran menjaga kebersihan, kelestarian lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi keluarga.

Dalam forum tersebut, para pemangku kepentingan sepakat bahwa upaya pengentasan kemiskinan ekstrem tidak bisa lagi dilakukan secara sektoral. Sinergi dan pendekatan lintas sektor menjadi strategi yang wajib ditempuh. Tidak hanya antar kementerian, tetapi juga melibatkan pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat itu sendiri.

“Kalau ini bisa kita lakukan bersama, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, tidak ada lagi warga miskin yang tinggal di rumah reyot. Yang ada adalah rumah yang layak, sehat, dan penuh harapan,” pungkas Agus Jabo.

Penulis:

Nida Ulfa

Related Post

Tinggalkan komentar