Langkah Baru Setelah 21 Tahun Memimpin Palestina
Penunjukan Bersejarah di Tengah Krisis Politik
Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas membuat langkah bersejarah dengan menunjuk Hussein al-Sheikh sebagai wakil presiden sekaligus calon penerusnya. Ini merupakan pertama kalinya Abbas, yang telah berkuasa selama 21 tahun, menetapkan suksesor secara resmi. Keputusan ini diumumkan oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada Sabtu (26/4/2025), dalam upaya merespons tekanan internasional terhadap stabilitas dan masa depan kepemimpinan Palestina.
Siapa Hussein al-Sheikh?
Hussein al-Sheikh, kelahiran 1960, adalah anggota senior Fatah, partai utama dalam PLO. Ia dikenal sebagai sosok pragmatis dengan hubungan erat dengan Israel, yang selama ini menjadi penghubung utama PA dengan pemerintah Israel serta dunia internasional. Sheikh pernah dipenjara oleh Israel karena keterlibatannya dalam perlawanan terhadap pendudukan pada 1978–1989. Belakangan, ia berperan penting dalam diplomasi luar negeri Palestina, mengunjungi berbagai negara besar atas nama PA.
Tekanan Internasional untuk Reformasi PA
Penunjukan ini terjadi di tengah tekanan kuat dari Amerika Serikat dan negara-negara Teluk agar PA melakukan reformasi besar-besaran. Sejak pecahnya perang di Gaza yang telah berlangsung lebih dari 18 bulan, kebutuhan untuk memperkuat PA menjadi semakin mendesak. Banyak negara berharap, setelah perang berakhir, PA yang direformasi dapat mengambil peran penting dalam rekonstruksi dan pemerintahan Gaza.
Hamas dan Ketegangan Internal Palestina
Namun, tantangan besar datang dari dalam negeri sendiri. Hamas, saingan utama PLO, tetap kuat di Gaza dan memiliki pengaruh yang tumbuh di Tepi Barat. Abbas, dalam pertemuan Dewan Pusat PLO baru-baru ini, secara tegas menyerukan agar Hamas melucuti senjata dan menyerahkan kendali Gaza kepada PA. Sayangnya, ketegangan antara kedua faksi ini masih menjadi batu sandungan utama dalam upaya persatuan nasional Palestina.
Sikap Israel dan Masa Depan PA
Di sisi lain, Israel menegaskan tidak akan mengizinkan Otoritas Palestina memegang kendali di Gaza. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak pembentukan negara Palestina dan menolak PA mengambil alih pemerintahan pascaperang. Ini memperumit rencana internasional untuk menjadikan PA sebagai aktor utama dalam masa depan Gaza dan penyelesaian konflik.
Popularitas PA Tergerus
Selama bertahun-tahun, Otoritas Palestina menghadapi penurunan kepercayaan dari rakyatnya sendiri. Korupsi yang merajalela, kegagalan mencapai negara merdeka, dan meningkatnya kekerasan Israel di Tepi Barat telah menggerus legitimasi PA. Pemilu terakhir diadakan pada 2005, dan sejak itu, tidak ada pembaruan politik yang berarti. Di tengah kondisi ini, menunjuk Hussein al-Sheikh sebagai wakil dianggap langkah penting, namun tidak cukup untuk mengatasi krisis kepercayaan yang mendalam.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas . Foto/Reuters
Hussein al-Sheikh: Harapan Baru atau Kontroversi Baru?
Bagi sebagian pihak, Hussein al-Sheikh menawarkan kontinuitas dan hubungan diplomatik yang kuat. Namun bagi yang lain, kedekatannya dengan Israel dan keterlibatannya dalam struktur lama PA membuatnya sulit dilihat sebagai simbol perubahan nyata. Masa depan Palestina kini tergantung pada kemampuannya menjembatani harapan rakyat dengan realitas politik yang kompleks.
Baca Juga : Putra Pejabat CIA Tewas Perang di Pihak Rusia