Sekitar satu jam setelah mengeluarkan peringatan, jet-jet tempur Israel melakukan serangan udara ke wilayah pinggiran selatan Beirut pada Minggu (27/4/2025), menjadi serangan ketiga sejak diberlakukannya gencatan senjata dengan Hizbullah pada akhir November lalu.
Menurut laporan The Associated Press, Senin (28/4/2025), militer Israel menyatakan bahwa serangan tersebut ditujukan ke fasilitas penyimpanan rudal berpemandu presisi milik Hizbullah, yang mereka klaim melanggar kesepakatan gencatan senjata.
Ledakan dahsyat mengguncang area tersebut, menimbulkan asap hitam tebal. Serangan ini menghantam sebuah struktur mirip tenda logam di antara dua bangunan, dengan tiga bom dijatuhkan, serta menghancurkan dua truk yang berada di dalam hanggar.
Peringatan Evakuasi
Sebelum serangan, militer Israel telah memperingatkan bahwa mereka akan menyerang fasilitas Hizbullah di Hadath, meminta warga untuk menjauh setidaknya 300 meter dari lokasi. Setelah pengumuman, dua tembakan peringatan dilepaskan.
Suara deru jet tempur terdengar di beberapa bagian Beirut sebelum serangan utama menghantam dekat lingkungan Al-Jamous. Tembakan peringatan membuat banyak keluarga panik dan bergegas mengungsi.
Pada masa perang sebelumnya antara Israel dan Hizbullah, wilayah selatan Beirut yang menjadi basis kekuatan Hizbullah ini memang kerap menjadi sasaran serangan drone dan jet tempur Israel, yang menuduh kelompok tersebut menyimpan persenjataan di kawasan itu.
Presiden Lebanon, Joseph Aoun, mengecam keras serangan terbaru ini dan meminta Amerika Serikat serta Prancis, selaku penjamin gencatan senjata, untuk segera mengambil langkah menekan Israel.
Aoun memperingatkan bahwa tindakan Israel bisa mengguncang stabilitas dan memicu ancaman keamanan serius di wilayah tersebut.
Di sisi lain, Koordinator Khusus PBB untuk Lebanon, Jeanine Hennis, melalui platform X, menyampaikan keprihatinannya. Ia mengatakan bahwa serangan Israel terbaru ini menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran akan kembalinya kekerasan, serta mendesak semua pihak untuk menghindari tindakan yang bisa membahayakan kesepakatan gencatan senjata.
Serangan udara ini menjadi serangan ketiga di wilayah selatan Beirut sejak gencatan senjata. Serangan pertama dilakukan pada 28 Maret dengan pemberitahuan sebelumnya, sedangkan serangan kedua terjadi pada 1 April tanpa peringatan, menewaskan empat orang termasuk seorang pejabat Hizbullah.
Pemimpin Hizbullah, Sheikh Naim Kassem, memperingatkan bahwa jika serangan Israel terus berlangsung dan pemerintah Lebanon tidak mengambil tindakan, pihaknya akan mempertimbangkan langkah-langkah lain. Ia juga menegaskan bahwa Hizbullah tidak akan meletakkan senjata selama pasukan Israel masih berada di Lebanon selatan dan terus melanggar wilayah udaranya.
Gencatan Senjata di Titik Kritis
Sesuai kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat, pasukan Israel seharusnya sudah menarik diri sepenuhnya dari Lebanon pada akhir Januari, sementara Hizbullah diharuskan menarik kekuatan bersenjatanya dari wilayah selatan Sungai Litani, perbatasan dengan Israel.
Namun, ketegangan tetap tinggi.
Pada Minggu pagi, sebelum serangan di Beirut, sebuah serangan drone Israel di desa Halta, Lebanon Selatan, menewaskan seorang pria yang kemudian dikonfirmasi oleh Kementerian Kesehatan Lebanon.
Dalam pernyataan di platform X, militer Israel mengklaim korban tersebut adalah anggota Hizbullah yang sedang berusaha membangun kembali kapabilitas teroris di wilayah tersebut.
Berdasarkan data pemerintah Lebanon, hingga pekan lalu, serangan-serangan Israel di Lebanon sejak gencatan senjata telah menyebabkan 190 korban jiwa dan 485 orang luka-luka. Israel menegaskan bahwa target serangannya terbatas pada infrastruktur dan pejabat Hizbullah.