Jakarta – Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, mengungkapkan fakta mengejutkan: sepanjang tahun 2024, investasi senilai Rp 1.500 triliun gagal terealisasi di Indonesia. Padahal, angka tersebut bisa menjadi dorongan besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut Todotua, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan kegagalan realisasi investasi tersebut. Salah satu hambatan terbesar adalah masalah pelayanan dan perizinan. Ia mengungkapkan bahwa proses perizinan di Indonesia masih dianggap rumit dan berbelit, membuat banyak investor akhirnya mengurungkan niat mereka.
Selain itu, kurangnya kemudahan berinvestasi juga menjadi tantangan serius. Di tengah persaingan global, para investor menginginkan birokrasi yang sederhana, transparan, dan efisien — sesuatu yang masih perlu ditingkatkan di dalam negeri.
“Investor mencari lokasi dengan iklim investasi yang ramah, cepat, dan bebas hambatan. Kalau izin dan pelayanan lambat, mereka lebih memilih negara lain,” ujar Todotua.
Faktor ketiga yang tak kalah penting adalah daya saing nasional. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, atau Thailand, Indonesia dinilai masih perlu berbenah dalam hal infrastruktur, regulasi, hingga kepastian hukum untuk menarik minat investasi jangka panjang.
Target Besar Pemerintah
Pemerintah sendiri menargetkan total investasi senilai Rp 13.032 triliun dalam lima tahun ke depan untuk mendukung ambisi pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, sesuai visi Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Sinyal positif mulai terlihat pada kuartal pertama 2025, di mana realisasi investasi mencapai Rp 465 triliun dari target tahunan sebesar Rp 1.905 triliun. Namun, Todotua menekankan bahwa capaian ini belum cukup. “Kalau kita ingin mencapai target besar itu, perbaikan sistem perizinan, peningkatan kemudahan berusaha, dan penguatan daya saing harus menjadi prioritas,” tambahnya.
Langkah Perbaikan
Untuk mengatasi permasalahan ini, Kementerian Investasi tengah mendorong reformasi besar-besaran, termasuk digitalisasi perizinan, pemangkasan prosedur birokrasi, serta mempercepat implementasi sistem Online Single Submission (OSS) berbasis risiko.
Selain itu, pemerintah juga berencana memperbanyak insentif bagi investor, khususnya di sektor-sektor prioritas seperti manufaktur, hilirisasi mineral, dan energi terbarukan.
“Indonesia punya potensi besar. Kalau kita bisa memperbaiki iklim investasi, bukan tidak mungkin kita menjadi tujuan utama investasi di kawasan Asia,” tutup Todotua penuh optimisme.
Baca juga : Ahmad Luthfi Promosikan Jawa Tengah Sebagai Pusat Investasi Global