133 Kardinal Pilih Paus Baru: Sejarah di Kapel Sistina

Nida Ulfa

Pemilihan Paus baru atau conclave akan diadakan di Kapel Sistina, Vatikan. Foto: AFP/HANDOUT
Pemilihan Paus baru atau conclave akan diadakan di Kapel Sistina, Vatikan. Foto: AFP/HANDOUT

Melampaui Batas Tradisi: Ketika 133 Kardinal Memilih Paus

Pemilihan Paus baru atau Conclave tahun ini akan mencatat sejarah, karena untuk pertama kalinya akan diikuti oleh 133 kardinal elektor. Proses pemilihan tertinggi dalam Gereja Katolik ini akan digelar pada 7 Mei mendatang di Kapel Sistina, Vatikan, tempat bersejarah di mana banyak keputusan besar Gereja telah ditentukan.

Menurut laporan resmi dari Vatican News, ini merupakan kali pertama 133 elektor dilibatkan secara resmi dalam Conclave. Meski begitu, jumlah ini bukan hal yang sepenuhnya baru bagi Dewan Kardinal, karena konsistori sebelumnya juga pernah melebihi batas resmi yang ditetapkan.

Sesuai dengan Konstitusi Apostolik Universi Dominici Gregis (UDG) yang diterbitkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 1996, jumlah maksimum kardinal yang boleh memilih Paus adalah 120. Namun, Dewan Kardinal pada Rabu, 30 April, mengeluarkan deklarasi khusus yang mengakui hak 133 elektor dalam pemilihan Paus mendatang. Ini dianggap sesuai dengan pasal 36 dalam konstitusi tersebut, yang menyatakan bahwa para kardinal yang diangkat secara sah memiliki hak untuk memilih Paus, selama mereka belum diberhentikan atau mengundurkan diri dengan persetujuan paus sebelumnya.

Deklarasi tersebut juga mengungkapkan bahwa ketentuan jumlah maksimal 120 elektor telah diam-diam dihapus oleh Paus Fransiskus sebelum wafat, memberikan ruang bagi lebih banyak suara dalam proses konklaf.

Dari Yohanes Paulus II ke Fransiskus: Warisan dan Perubahan

Sejak Konsistori 1969, jumlah kardinal elektor kerap menjadi topik diskusi dalam struktur Gereja Katolik. Pada tahun tersebut, jumlah elektor sempat menyentuh angka 134. Paus Paulus VI lalu menetapkan batas 120 elektor melalui dokumen Romano Pontifici Eligendo pada 1975. Namun kenyataan di lapangan membuktikan bahwa kebutuhan pastoral dan perkembangan zaman membuat batas ini kerap dilampaui.

Setelah wafatnya Paus Yohanes Paulus II pada 2005, Vatikan menggelar Conclave dengan 117 elektor dari total 183 kardinal. Ketika Paus Benediktus XVI mengundurkan diri pada 2013, angka serupa kembali muncul: 117 elektor dari 207 kardinal.

Kini, dengan wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April lalu akibat komplikasi stroke dan henti jantung, Gereja Katolik kembali menghadapi momen penting: memilih gembala baru yang akan memimpin lebih dari satu miliar umat di seluruh dunia. Paus Fransiskus meninggalkan jejak yang dalam—dikenal karena sikapnya yang rendah hati, sederhana, penuh kasih, dan kebijakan-kebijakan progresif yang mereformasi wajah Gereja modern.

Pemilihan kali ini tak hanya akan menentukan sosok baru di Tahta Suci, tetapi juga mencerminkan arah Gereja ke depan: apakah akan tetap berjalan di jalur reformasi Fransiskus, atau kembali ke konservatisme masa lalu.

Baca Juga : Djanur Kembali! “Legenda Persib Kini Jadi Arsitek Masa Depan”

Penulis:

Nida Ulfa

Related Post

Tinggalkan komentar