Jakarta, 3 Mei 2025 — Indonesia kembali mengambil peran utama dalam kancah ekonomi halal dunia melalui sebuah terobosan diplomasi ekonomi yang ambisius dan visioner. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Ahmad Haikal Hasan, resmi menggagas pembentukan ASEAN-Australia-New Zealand Halal Forum—sebuah platform kolaborasi regional yang dirancang untuk memperkuat sinergi antarnegara dalam membangun ekosistem halal global yang inklusif, modern, dan berkelanjutan.
Inisiatif ini diumumkan dalam sebuah roundtable discussion yang digelar pada 22 April 2025, dengan partisipasi berbagai pemangku kepentingan dari sektor pemerintahan, industri, dan organisasi halal di kawasan Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru. Menurut Haikal, forum ini bukan sekadar simbol kerja sama, melainkan wujud nyata dari strategi Indonesia dalam memperkuat posisi sebagai pusat gravitasi ekonomi halal dunia.
“Kita tidak hanya bicara tentang produk makanan atau minuman halal,” ujar Haikal dalam pernyataan resminya. “Kita berbicara tentang sistem ekonomi yang menjunjung prinsip etika, transparansi, kualitas, dan keberlanjutan. Halal adalah keunggulan bersaing (competitive advantage) yang harus kita kelola secara strategis.”
Halal: Dari Isu Agama Menjadi Pilar Ekonomi Global
Selama ini, halal sering diasosiasikan hanya dengan syariat Islam. Namun, seiring berkembangnya kesadaran global terhadap pentingnya standar etika dalam konsumsi dan produksi, konsep halal kini merambah jauh melampaui batas-batas agama. Produk halal diasosiasikan dengan kualitas, kebersihan, keamanan, serta kepatuhan terhadap standar produksi yang tinggi. Oleh karena itu, konsumen non-Muslim di banyak negara pun mulai tertarik terhadap produk halal.
Haikal menegaskan, “Halal bersifat universal. Bukan hanya milik umat Muslim semata. Ini adalah standar global baru, yang bisa diterima siapa saja karena mengedepankan keamanan dan etika.”
Potensi Besar Ekonomi Halal
Dari sisi ekonomi, data yang dipaparkan oleh Haikal cukup mencengangkan. Nilai transaksi ekonomi halal global saat ini telah mencapai lebih dari Rp21 ribu triliun. Angka tersebut belum termasuk sektor informal atau produk halal yang belum terdokumentasi secara resmi. “Kalau dihitung dengan sektor-sektor yang belum tercatat, nilainya tentu jauh lebih besar,” ujarnya.
Indonesia sendiri, meski memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, baru menyumbang sekitar Rp637 triliun dari total transaksi tersebut. Artinya, ruang untuk tumbuh masih sangat luas. Indonesia perlu mengambil langkah besar untuk mendorong akselerasi industri halal, baik dari segi sertifikasi, inovasi produk, hingga ekspansi pasar.
Mengapa Harus ASEAN, Australia, dan Selandia Baru?
Inklusi Australia dan Selandia Baru ke dalam forum ini adalah langkah strategis. Meski bukan negara mayoritas Muslim, kedua negara tersebut memiliki peran penting sebagai mitra dagang dan memiliki potensi besar sebagai pasar sekaligus produsen produk halal, khususnya di sektor makanan, agrikultur, farmasi, dan kosmetik. Kolaborasi ini akan membuka peluang besar untuk harmonisasi standar halal, peningkatan ekspor, serta transfer teknologi dan keahlian.
“Jumlah penduduk ASEAN hampir satu miliar jiwa dan seperempatnya ada di Indonesia,” kata Haikal. “Dengan kekuatan itu, kita harus jadi poros, bukan sekadar pasar. Kita harus berdiri di atas kaki kita sendiri, menjadi pengatur arah, bukan hanya pengikut arus.”
Langkah Selanjutnya: Aksi Nyata Menuju Satu Visi
Pembentukan ASEAN-Australia-New Zealand Halal Forum bukan sekadar wacana. Haikal menegaskan bahwa BPJPH sudah mulai menyusun langkah konkret pasca-pertemuan roundtable tersebut. Forum ini dirancang menjadi tempat bertemunya para pemimpin lembaga halal, pengusaha, regulator, dan akademisi dari negara-negara anggota untuk menyusun kebijakan bersama, berbagi praktik terbaik, dan membuka akses pasar yang lebih luas bagi produk halal kawasan.
Beberapa fokus utama forum ini antara lain:
- Harmonisasi standar dan sertifikasi halal lintas negara
- Peningkatan akses ekspor produk halal dari ASEAN ke Australia dan Selandia Baru (dan sebaliknya)
- Penguatan riset dan inovasi produk halal
- Pengembangan ekosistem digital halal
- Penguatan peran UMKM halal dalam rantai pasok global
Saatnya Indonesia Memimpin
Langkah berani ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak ingin hanya menjadi pasar pasif dalam industri halal global. Melalui forum ini, Indonesia menempatkan dirinya sebagai pemimpin yang mampu menjembatani kepentingan antarnegara dan mempromosikan nilai-nilai halal sebagai kekuatan ekonomi bersama.
Haikal menutup pernyataannya dengan penuh keyakinan:
“Kita punya semua modal—jumlah penduduk, budaya halal yang kuat, lembaga yang kredibel, dan visi besar. Sekarang waktunya bersatu, berkolaborasi, dan memastikan bahwa masa depan ekonomi halal dunia punya aksen Indonesia.”
Baca Juga : Penggusuran Brutal Israel di Tepi Barat Bikin Dunia Geram