Insiden ledakan hebat yang terjadi di Pantai Cibalong, Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Garut, Jawa Barat, Senin (12/5), menyisakan duka mendalam dan memicu gelombang pertanyaan terhadap standar keamanan dalam prosedur pemusnahan amunisi oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebanyak 13 orang menjadi korban jiwa dalam insiden tersebut, termasuk sembilan warga sipil dan empat anggota TNI Angkatan Darat.
Ledakan tersebut terjadi saat proses pemusnahan amunisi tidak layak pakai berlangsung. Aktivitas yang sejatinya bersifat tertutup dan penuh risiko tinggi itu rupanya dilakukan di area terbuka yang dapat diakses oleh masyarakat. Ketua DPR RI, Puan Maharani, merespons keras kejadian tersebut dengan meminta Komisi I DPR RI segera memanggil Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto beserta jajaran terkait untuk memberikan penjelasan menyeluruh mengenai penyebab dan tanggung jawab atas insiden tersebut.
“Kenapa itu terjadi, tentu saja nanti Komisi I harus bisa memanggil Panglima dan Danrem atau organ dan jajaran yang pada saat kejadian itu terlibat,” ujar Puan dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (15/5).
Dugaan Pelibatan Warga Sipil
Salah satu sorotan tajam dari peristiwa ini adalah tewasnya warga sipil yang diduga turut terlibat dalam proses pemusnahan amunisi. Pernyataan awal dari pihak TNI menyebut bahwa warga sipil tersebut adalah pemulung yang masuk ke lokasi untuk mencari serpihan logam pasca ledakan. Namun, versi ini dibantah oleh pihak keluarga korban yang menyatakan bahwa para korban selama ini telah terbiasa bekerja membantu TNI dalam kegiatan pemusnahan amunisi afkir.
Kesaksian ini membuka dugaan baru bahwa warga lokal dilibatkan dalam aktivitas militer berisiko tinggi tanpa perlindungan keamanan yang semestinya. Jika benar adanya, maka hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap prosedur militer dan prinsip perlindungan terhadap warga sipil.
“Jangan sampai terjadi lagi hal seperti itu, harus dievaluasi kenapa itu terjadi dan lain kali jangan sampai kemudian melibatkan masyarakat sipil,” tegas Puan.
Baca Juga : TNI Jaga Kejaksaan: Sinergi Strategis atau Langkah Kontroversial?
Tanggung Jawab dan Evaluasi Menyeluruh
Tragedi ini menjadi peringatan keras akan pentingnya kedisiplinan dan ketatnya prosedur dalam menangani material berbahaya seperti amunisi. Dalam konteks militer, setiap kegiatan yang melibatkan bahan peledak semestinya dilakukan dengan standar keamanan maksimal dan terbatas hanya pada personel yang memiliki pelatihan serta perlengkapan memadai.
Permintaan Puan agar Komisi I DPR memanggil Panglima TNI menjadi langkah awal untuk membuka tabir penyebab tragedi. Evaluasi menyeluruh harus dilakukan terhadap proses pemusnahan amunisi, prosedur keamanan, serta kemungkinan kelalaian yang terjadi.
TNI AD pun telah menyatakan tengah melakukan penyelidikan internal terhadap penyebab ledakan. Namun, desakan publik dan parlemen agar hasil investigasi tersebut transparan dan akuntabel semakin menguat, terlebih karena insiden ini menelan korban sipil yang tidak seharusnya terlibat dalam kegiatan berisiko tinggi.
Mencegah Tragedi Serupa
Tragedi di Garut menunjukkan bahwa ada celah besar dalam manajemen risiko kegiatan militer yang bersinggungan dengan wilayah sipil. Untuk itu, langkah-langkah preventif perlu segera diterapkan, antara lain:
- Revisi Prosedur Pemusnahan Amunisi
Kegiatan pemusnahan amunisi harus dilaksanakan di area tertutup dan steril dari akses masyarakat. - Pelatihan dan Pengawasan Ketat
Personel yang menangani pemusnahan harus menjalani pelatihan khusus dan di bawah pengawasan langsung komando tinggi. - Penghentian Keterlibatan Sipil
Warga sipil tidak boleh dilibatkan dalam kegiatan militer yang berbahaya. TNI perlu mengeluarkan larangan tegas dan melakukan edukasi kepada masyarakat di sekitar wilayah militer. - Audit Keamanan Berkala
Audit terhadap prosedur keamanan dalam pengelolaan bahan peledak dan amunisi harus dilakukan secara berkala dan transparan.
Ledakan amunisi di Garut bukan hanya soal kelalaian teknis, melainkan mencerminkan pentingnya tanggung jawab moral dan hukum dalam operasional militer. Dengan korban jiwa yang mencapai belasan orang, termasuk sipil tak berdosa, insiden ini tidak bisa ditangani hanya dengan permintaan maaf. Evaluasi menyeluruh, penegakan disiplin, dan komitmen untuk tidak mengulangi kesalahan adalah jalan satu-satunya untuk menghormati mereka yang telah menjadi korban.
Tragedi ini harus menjadi titik balik agar keselamatan menjadi prioritas utama dalam setiap aktivitas militer, terlebih yang berada di dekat wilayah sipil.
Baca Juga : Ini Daftar Amunisi TNI yang Meledak di Garut