Surabaya, 19 Mei 2025 – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menolak pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diajukan oleh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Jawa Timur. Penolakan ini disampaikan Khofifah secara tegas dengan alasan adanya aturan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang melarang ketua Dewan Pembina Muslimat NU memimpin partai politik.
DPW PPP Jawa Timur sebelumnya mengusulkan Khofifah sebagai kandidat kuat dalam Muktamar PPP yang dijadwalkan berlangsung pada Agustus 2025. Usulan tersebut muncul dari rekam jejak panjang Khofifah di dunia politik serta kedekatannya dengan PPP. Namun, Khofifah secara tegas menolak tawaran tersebut dengan menyampaikan bahwa posisi dan tanggung jawabnya di PBNU sebagai Ketua Umum Dewan Pembina Muslimat NU membuatnya harus mematuhi aturan organisasi yang membatasi keterlibatan aktif dalam kepemimpinan partai politik.
“Saya menghargai kepercayaan dan usulan dari DPW PPP Jawa Timur, namun saya tidak bisa menerima pencalonan itu karena saya dilarang memimpin partai politik sesuai dengan AD/ART PBNU,” ujar Khofifah.
Khofifah juga menambahkan bahwa banyak kader PPP yang lebih layak dan tepat untuk memimpin partai tersebut ke depan. Ia berharap proses regenerasi dan pemilihan ketua umum PPP dapat berjalan lancar dan menghasilkan kepemimpinan yang kuat dan kredibel.
Penolakan Khofifah ini sekaligus memperkuat posisi NU yang selama ini menjaga netralitas organisasi di ranah politik praktis, meskipun anggota dan kadernya aktif berpartisipasi di berbagai partai. Larangan ini diatur untuk menjaga konsistensi dan peran NU sebagai organisasi keagamaan yang fokus pada pemberdayaan umat tanpa terlibat langsung dalam kepemimpinan partai politik.
Muktamar PPP tahun ini diprediksi akan menjadi momentum penting bagi partai Islam tertua di Indonesia ini dalam menentukan arah kepemimpinan dan strategi politik menjelang Pemilu 2029.
Dengan keputusan Khofifah ini, PPP kini dihadapkan pada tantangan memilih figur baru yang mampu membawa partai ke arah yang lebih progresif dan sesuai dengan harapan kader dan masyarakat.
Baca Juga : PDI-P Dihadapkan Tantangan Regenerasi, BRIN : Sulit Cari Pengganti Megawati