Indonesia tengah mengalami fenomena cuaca ekstrem yang unik di awal musim kemarau. Meskipun secara kalender sudah memasuki periode kering, sejumlah wilayah justru merasakan suhu panas terik pada siang hari, disertai hujan lebat hingga sangat lebat yang turun pada malam hari. Fenomena ini menimbulkan tanda tanya, apa sebenarnya yang menjadi penyebab kondisi cuaca yang terbilang tidak biasa ini?
Penyebab Cuaca Ekstrem Awal Musim Kemarau
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan dalam sepekan terakhir hujan intensitas tinggi terjadi di berbagai daerah seperti Aceh, Sumatra Barat, Jambi, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Kondisi ini terjadi meski sebagian wilayah sudah resmi memasuki musim kemarau.
Menurut BMKG, fenomena ini terjadi karena kondisi atmosfer yang sangat labil. Faktor utama penyebabnya adalah interaksi antara suhu permukaan laut yang hangat, tekanan udara, serta kelembaban yang tinggi. Kombinasi ini menciptakan potensi pembentukan awan konvektif, terutama awan Cumulonimbus yang bisa menimbulkan hujan deras disertai petir, angin kencang, dan bahkan hujan es.
Selain mekanisme lokal akibat peralihan musim, ada pula pengaruh dari dinamika atmosfer berskala besar seperti aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby ekuatorial. Fenomena atmosfer global ini memperkuat pertumbuhan awan hujan di wilayah barat dan tengah Indonesia, sehingga meski musim kemarau sudah dimulai, hujan dengan intensitas tinggi tetap berpotensi turun.
Baca Juga : Kemarau Basah Berlanjut hingga Agustus 2025
BMKG juga menjelaskan, meskipun Monsun Australia mulai menguat dan menandai masuknya musim kemarau secara bertahap dari April hingga Juni 2025, pengaruh gelombang atmosfer ini menyebabkan curah hujan masih sering terjadi pada sore hingga malam hari.
Fenomena panas terik siang hari yang diikuti hujan malam hari ini juga dijelaskan sebagai tanda akhir dari masa transisi musim hujan ke musim kemarau. Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan, menyatakan bahwa kondisi ini adalah normal pada akhir masa peralihan, ketika suhu makin panas siang hari dan hujan malam hari mulai mengurangi intensitasnya dibanding musim penghujan penuh.
Awal musim kemarau tahun ini diperkirakan terjadi secara bertahap. Wilayah yang lebih dulu masuk kemarau antara lain Lampung timur, pesisir utara Jawa bagian barat dan timur, Bali, NTB, dan NTT sejak April 2025. Kemudian di Mei menyusul sebagian wilayah Sumatera, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Bali, dan Papua bagian selatan. Pada Juni, kemarau meluas ke hampir seluruh Sumatera, Jawa bagian barat, Kalimantan selatan, Sulawesi, dan Papua.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menambahkan bahwa awal musim kemarau tahun ini diprediksi cenderung normal secara keseluruhan, meski ada wilayah yang mengalami keterlambatan atau percepatan kemarau dibanding rata-rata periode 1991-2020.
Dengan kondisi ini, masyarakat diimbau tetap waspada terhadap cuaca ekstrem yang bisa muncul secara tiba-tiba. Kesiapsiagaan menghadapi hujan deras yang turun di tengah musim kemarau sangat penting untuk mengurangi risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor.
Fenomena panas terik siang dan hujan lebat malam hari di awal musim kemarau ini menjadi pengingat bahwa perubahan cuaca di Indonesia sangat dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks, baik lokal maupun global. Memahami pola ini penting agar kita bisa lebih siap dan tanggap terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrem.
Baca Juga : Langit Cerah, Sore Banjir: Fenomena Kemarau Tak Biasa