Tom Lembong di Ruang Sidang: Sejak Kampanye Pilpres Saya Jadi Target
Ruang sidang menjadi saksi bisu pernyataan mengejutkan dari Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong. Mantan Menteri Perdagangan yang juga pernah menjabat sebagai Kepala BKPM ini, dengan suara tenang namun penuh penekanan, menyatakan bahwa dirinya telah menjadi sasaran politik sejak masa kampanye pemilihan presiden terakhir.
Pernyataan itu ia lontarkan saat menjadi saksi dalam sebuah persidangan yang ramai diberitakan belakangan ini. Meski tidak menyebutkan secara spesifik siapa yang ia maksud sebagai pihak yang menargetkan dirinya, pernyataan Lembong itu langsung menjadi sorotan publik dan menimbulkan berbagai spekulasi.
“Saya sudah jadi target sejak masa kampanye pilpres,” ujarnya dengan nada datar namun tegas. “Banyak tekanan, banyak tudingan, dan semua bermula dari sikap politik saya yang berbeda dari arus utama kekuasaan saat itu.”
Pernyataan ini memunculkan kembali dinamika politik yang memanas selama masa kampanye lalu. Lembong diketahui merupakan salah satu tokoh yang secara terbuka mendukung calon presiden yang saat itu berada di luar lingkaran kekuasaan. Hal ini dianggap sebagai langkah berani, mengingat ia sebelumnya pernah menjadi bagian dari pemerintahan.
Tantangan Politik dan Tekanan Sosial
Lembong mengungkapkan bahwa tekanan tidak hanya datang dari institusi resmi, tetapi juga dari lingkungan sosial dan profesionalnya. “Saya mengalami banyak penarikan dukungan, pembatalan undangan, bahkan beberapa kerjasama bisnis saya dibatalkan secara sepihak,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa berbagai serangan personal juga terjadi di media sosial, termasuk penyebaran disinformasi dan framing yang menyudutkan dirinya.
“Ketika seseorang mengambil posisi yang tidak populer secara politik, maka risikonya bukan hanya pada karier, tapi juga pada reputasi dan kehidupan pribadi,” lanjut Lembong.
Ia mengatakan, keputusan untuk tetap lantang bersuara adalah bagian dari prinsip moral yang tidak bisa ia tawar. “Bagi saya, demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang memungkinkan perbedaan pendapat. Saya tidak pernah menyerang pribadi siapa pun, saya hanya menyuarakan ide dan kebijakan yang saya yakini benar.”
Sorotan Terhadap Independensi Hukum
Di ruang sidang, Lembong juga menyinggung soal pentingnya menjaga independensi hukum dari pengaruh politik. Ia berharap persidangan yang sedang berlangsung dapat menjadi cermin keadilan yang bersih dari tekanan kekuasaan.
“Jika hukum bisa digunakan untuk menghukum oposisi politik, maka kita berada di jalan yang sangat berbahaya bagi demokrasi,” tegasnya. Ia mengingatkan bahwa kekuasaan yang tidak dikontrol oleh mekanisme check and balance akan dengan mudah berubah menjadi otoritarianisme.
Tom Lembong menyampaikan bahwa kesaksiannya hari itu bukan hanya untuk kepentingan kasus yang sedang dibahas, tetapi juga sebagai pesan kepada publik bahwa tidak semua perbedaan harus dibalas dengan intimidasi. Ia juga mendorong masyarakat untuk tetap kritis dan aktif mengawal proses demokrasi, terutama dalam masa transisi kekuasaan yang sensitif.
Dukungan dari Berbagai Kalangan
Pasca pernyataan Tom Lembong, sejumlah tokoh sipil dan akademisi menyampaikan dukungan moral terhadapnya. Mereka menilai bahwa apa yang dialami Lembong mencerminkan kecenderungan pembungkaman terhadap suara-suara yang berseberangan. Beberapa LSM yang bergerak di bidang demokrasi dan kebebasan sipil bahkan menyebut Lembong sebagai “salah satu suara independen yang tersisa di tengah polarisasi politik”.
Sementara itu, pihak-pihak yang diduga terlibat dalam tekanan terhadap Lembong memilih untuk tidak memberikan komentar lebih lanjut. Namun, beberapa pengamat politik menilai bahwa pernyataan Lembong bisa membuka kembali diskusi publik tentang perlindungan terhadap oposisi politik dalam sistem demokrasi Indonesia.
Baca Juga : Tom Lembong Ungkap Peran Jokowi dalam Kendalikan Harga Gula