Proyek Ambisius Bernilai Triliunan Demi Lindungi Langit Negeri Paman Sam
Amerika Serikat tengah menggagas salah satu proyek militer paling ambisius dalam sejarahnya: pembangunan sistem pertahanan rudal luar angkasa bernama Golden Dome. Dengan nilai proyek mencapai US$175 miliar atau sekitar Rp2.869 triliun dalam empat tahun, inisiatif ini disebut sebagai tonggak revolusioner dalam strategi pertahanan nasional.
Proyek ini dimaksudkan untuk menghadapi eskalasi ancaman rudal dari negara-negara yang dipandang sebagai rival geopolitik utama, khususnya China. Presiden AS menyatakan bahwa sistem Golden Dome akan menjadi lapisan pelindung langit Amerika dari segala potensi serangan rudal jarak jauh maupun menengah. Ia menggambarkan sistem ini sebagai tameng futuristik yang akan menjaga keunggulan militer AS selama beberapa dekade mendatang.
Dipimpin oleh Jenderal Michael Guetlein dari Angkatan Luar Angkasa, proyek ini akan melibatkan ratusan satelit canggih yang tersebar di orbit rendah bumi. Satelit-satelit ini tidak hanya akan mendeteksi dan melacak rudal musuh sejak awal peluncuran, tapi juga diperkirakan memiliki kemampuan untuk mencegat dan menetralisir ancaman sebelum memasuki wilayah udara AS.
Baca Juga : Ultimatum Barat ke Israel: Hentikan Serangan ke Gaza
Teknologi Canggih dan Kontroversi Politik
Proyek Golden Dome dirancang tak hanya mengandalkan kekuatan militer konvensional, tetapi juga sinergi dengan teknologi sipil tercanggih. Sejumlah perusahaan besar dari Silicon Valley disebut telah dilibatkan dalam tahap perencanaan, termasuk pengembangan perangkat lunak otonom dan sistem kecerdasan buatan untuk pengendalian satelit.
Presiden AS menjelaskan bahwa pendekatan baru ini akan memutus ketergantungan pada kontraktor militer lama dan membuka ruang bagi persaingan inovatif di sektor pertahanan. Hal ini diyakini akan mempercepat pengembangan sistem yang lebih adaptif, fleksibel, dan efisien dari sisi biaya maupun operasional.
Namun, ambisi besar ini tidak lepas dari kontroversi politik. Beberapa anggota Kongres dari Partai Demokrat mengkritisi transparansi anggaran dan potensi konflik kepentingan, terutama terkait dengan kemungkinan keterlibatan perusahaan-perusahaan teknologi milik tokoh dekat Presiden, seperti SpaceX milik Elon Musk.
Meski demikian, sejumlah pejabat dari Partai Republik membela rencana tersebut. Mereka menekankan bahwa era pertahanan modern memang menuntut pendekatan baru yang lebih berbasis teknologi tinggi, bukan sekadar proyek infrastruktur militer berat seperti di masa lalu.
Sementara itu, Kanada menunjukkan ketertarikan untuk bergabung dalam proyek ini. Pemerintah Kanada menyebutkan bahwa pembahasan telah dilakukan di tingkat kabinet terkait kerja sama keamanan dan teknologi dengan AS, termasuk peluang memperkuat sistem NORAD melalui integrasi dengan Golden Dome.
Terinspirasi dari sistem Iron Dome milik Israel, versi Amerika ini diyakini akan jauh lebih canggih dan memiliki jangkauan lebih luas. Selain jaringan pengintai, Golden Dome juga akan mencakup armada satelit penyerang yang mampu menjatuhkan rudal musuh melalui gangguan sinyal atau sistem penghancuran langsung di luar angkasa.
Proyek ini diproyeksikan mulai aktif pada tahun 2029. Meski waktu operasionalnya masih beberapa tahun lagi, pembangunan dan pengujian tahap awal akan segera dimulai. Badan Anggaran Kongres memperkirakan total biaya selama dua dekade ke depan dapat mencapai US$831 miliar atau sekitar Rp13.625 triliun.
Jika berhasil, Golden Dome akan menjadi sistem pertahanan paling mahal, kompleks, dan strategis dalam sejarah militer modern Amerika. Di tengah ketegangan global yang terus meningkat, proyek ini sekaligus menjadi sinyal bahwa AS siap mengamankan langitnya dari segala potensi ancaman—dengan teknologi yang belum pernah ada sebelumnya.
Baca Juga : ‘Saya Menyesal Pilih Rubio!’ – Adu Panas di Kongres AS