AS Cabut Sanksi Suriah: Babak Baru Hubungan Internasional

Nida Ulfa

Pencabutan seluruh sanksi ini menandai perubahan besar dalam kebijakan luar negeri AS menyusul berakhirnya kekuasaan Bashar al-Assad di Suriah.
Pencabutan seluruh sanksi ini menandai perubahan besar dalam kebijakan luar negeri AS menyusul berakhirnya kekuasaan Bashar al-Assad di Suriah.

Perubahan Arah Kebijakan AS Terhadap Suriah

Amerika Serikat resmi mencabut sanksi ekonomi menyeluruh terhadap Suriah, menandai titik balik dramatis dalam kebijakan luar negeri Negeri Paman Sam. Keputusan ini datang setelah berakhirnya kekuasaan Presiden Bashar al-Assad, yang selama lebih dari satu dekade memimpin negara dalam bayang-bayang perang saudara. Pencabutan sanksi ini membuka jalan bagi dimulainya kembali hubungan diplomatik dan ekonomi antara Suriah dan negara-negara Barat.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyampaikan bahwa langkah ini merupakan harapan baru bagi stabilitas kawasan. “Suriah harus terus bergerak ke arah perdamaian dan kestabilan, dan keputusan hari ini semoga menjadi awal dari jalan yang lebih cerah,” ungkapnya dalam pernyataan tertulis.


Langkah Lanjutan dari Presiden Donald Trump

Pencabutan sanksi ini merupakan implementasi dari pengumuman Presiden AS Donald Trump dalam kunjungannya ke Timur Tengah pekan sebelumnya. Dalam pidatonya, Trump menyebut bahwa sanksi era Assad bersifat “brutal dan melumpuhkan,” serta tidak lagi relevan dengan situasi politik Suriah saat ini. Ia menegaskan bahwa keputusan ini juga didorong oleh desakan dari dua sekutu strategis AS di kawasan—Turki dan Arab Saudi—yang mendorong normalisasi dan stabilisasi regional.


Syarat Ketat untuk Pemerintahan Baru

Meskipun sanksi dicabut, AS tetap menerapkan sejumlah syarat ketat terhadap pemerintahan baru di Damaskus. Departemen Keuangan AS menegaskan bahwa pencabutan ini hanya berlaku jika Suriah tidak menjadi tempat perlindungan bagi kelompok teroris dan menjamin hak-hak minoritas agama serta etnis.

Langkah ini menunjukkan bahwa meski AS membuka pintu kerja sama, komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia tetap menjadi syarat utama dalam proses rekonstruksi politik Suriah.


Peluang Ekonomi dan Rekonstruksi Infrastruktur

Sebagai bagian dari kebijakan baru ini, Departemen Luar Negeri AS menerbitkan pengecualian khusus (waiver) yang memperbolehkan negara-negara mitra dan sekutu untuk terlibat dalam upaya rekonstruksi Suriah. Hal ini mencakup pembangunan ulang infrastruktur dasar seperti listrik, air bersih, sistem sanitasi, dan pasokan energi.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menekankan bahwa pengecualian ini akan sangat membantu penyediaan layanan dasar dan memperkuat respons kemanusiaan. “Ini adalah langkah konkret untuk membantu warga Suriah mendapatkan kembali kehidupan yang layak dan bermartabat,” jelasnya.

Baca Juga : Trauma Healing : Jadi Kunci Reintegrasi WNI Eks-Konflik Suriah


Kembali Dibukanya Jalur Investasi Asing

Kebijakan baru ini juga memberi lampu hijau bagi investasi asing di Suriah, termasuk dalam sektor keuangan, perbankan, dan energi. Perusahaan internasional kini diperbolehkan melakukan transaksi yang sebelumnya dilarang, termasuk yang terkait dengan produk minyak dan gas.

Dalam pernyataan resminya, Rubio menambahkan bahwa keputusan ini sejalan dengan visi Presiden Trump tentang hubungan baru antara AS dan Suriah—hubungan yang berbasis pada kepentingan bersama dan stabilitas kawasan.


Akhir dari 14 Tahun Isolasi

Sejak meletusnya konflik pada 2011, Suriah menghadapi isolasi internasional yang didorong oleh sanksi ekonomi dan diplomatik dari AS serta sekutunya. Di bawah rezim Assad, berbagai upaya rekonstruksi dan pembangunan ekonomi terhambat oleh larangan transaksi keuangan dan embargo dagang.

Namun, setelah rezim Assad tumbang tahun lalu dalam kampanye militer yang dipimpin oleh kelompok Islamis, pemerintahan baru di Damaskus berupaya membuka diri kepada dunia. Salah satu langkah utama mereka adalah mendorong pencabutan sanksi dan memulihkan hubungan dengan negara-negara Barat.


Babak Baru bagi Suriah

Dengan pencabutan sanksi dan dibukanya peluang kerja sama internasional, Suriah memasuki babak baru dalam sejarahnya. Tantangan besar masih membayangi, mulai dari rekonstruksi fisik hingga rekonsiliasi sosial dan politik. Namun, dengan dukungan dari kekuatan global seperti Amerika Serikat dan mitra regional, peluang bagi kebangkitan kembali Suriah semakin terbuka lebar.

Langkah diplomatik dan ekonomi ini bukan hanya berdampak bagi Suriah, tetapi juga bagi stabilitas kawasan Timur Tengah secara keseluruhan—membuka peluang menuju masa depan yang lebih damai, stabil, dan sejahtera.

Bava Juga : Panglima Suriah Ditangkap di Bandara Dubai

Penulis:

Nida Ulfa

Related Post

Tinggalkan komentar