(KININEWS) – Bolivia memutuskan untuk menggunakan mata uang kripto dalam pembayaran impor energi sebagai respons terhadap krisis dolar dan kelangkaan bahan bakar di negara tersebut.
Dilansir dari Channel News Asia pada Kamis (13/3/2025), perusahaan energi milik negara, YPFB, mulai membeli minyak dan gas menggunakan aset digital. Langkah ini dilakukan sebagai solusi atas penurunan cadangan devisa, yang semakin memburuk akibat berkurangnya ekspor gas alam selama beberapa tahun terakhir. Kondisi ini menyebabkan antrian panjang di SPBU dan protes di berbagai wilayah.
Implementasi Pembayaran dengan Kripto
Menurut juru bicara YPFB, pihaknya telah menerapkan sistem pembayaran berbasis mata uang kripto setelah mendapatkan persetujuan dari pemerintah.
“Mulai sekarang, transaksi dengan mata uang kripto akan digunakan dalam pembelian impor energi,” ungkapnya.
YPFB menambahkan bahwa sistem ini bertujuan untuk mendukung subsidi bahan bakar nasional, mengingat Bolivia mengalami keterbatasan mata uang asing.
Seorang juru bicara pemerintah mengungkapkan bahwa ini adalah pertama kalinya Bolivia menggunakan aset digital untuk transaksi energi, meskipun langkah tersebut telah direncanakan sebelumnya.
Dari Eksportir Energi Menjadi Importir
Selama bertahun-tahun, Bolivia dikenal sebagai negara pengekspor energi bersih berkat cadangan gas alamnya yang melimpah. Namun, seiring dengan menurunnya produksi gas dalam negeri dan minimnya penemuan cadangan baru, Bolivia kini semakin bergantung pada impor energi untuk memenuhi kebutuhan domestiknya.