Dampak Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di NTT

Fano Tresno

Status Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), kini naik dari Siaga (Level III) ke Awas (Level IV) — status tertinggi dalam pemantauan aktivitas vulkanik. Kenaikan status ini menyusul erupsi beruntun yang terjadi pada Kamis (20/3) pukul 22.56 WITA dan Jumat (21/3) dini hari pukul 00.10 WITA.

“Kami sudah menaikkan status menjadi Level IV atau Awas. Ini status tertinggi, sehingga kesiapsiagaan masyarakat kami tingkatkan,” ujar Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, dalam keterangan resmi, Jumat (21/3/2025).

Erupsi tersebut mengakibatkan dua orang mengalami luka bakar karena berada di kebun saat letusan terjadi. Suharyanto juga menambahkan bahwa warga yang masih mengungsi cukup disiplin dan belum kembali ke rumah mereka.

Pemerintah mengimbau masyarakat dan wisatawan agar tidak beraktivitas dalam radius 7 km dan 8 km sektoral Barat Daya serta Timur Laut dari pusat erupsi. Selain itu, ada peringatan dini terhadap potensi banjir lahar hujan di sungai-sungai yang berhulu di puncak gunung, terutama di wilayah Dulipali, Padang Pasir, Nobo, Klatanlo, Hokeng Jaya, Boru, dan Nawakote jika terjadi hujan lebat.

Pemerintah juga menggelar rapat koordinasi tingkat menteri yang dipimpin Menko PMK, Pratikno, di Jakarta pada Jumat (21/3). Rapat tersebut membahas percepatan pembangunan hunian sementara (Huntara), hunian tetap (Huntap), serta fasilitas pendukung bagi ribuan warga yang mengungsi sejak letusan pertama pada November 2024.

“Kami membahas detail tugas masing-masing kementerian agar langkah-langkah ini berjalan cepat dan tepat tanpa menimbulkan masalah baru,” kata Pratikno.

Suharyanto melaporkan bahwa hingga kini, 450 unit huntara (90 kopel) telah dibangun. Sebanyak 285 unit sudah dihuni, dengan rincian:

  • 118 unit di Desa Dulipali untuk 118 kepala keluarga
  • 132 unit di Desa Klantanlo untuk 132 kepala keluarga
  • 35 unit di Desa Boru untuk 35 kepala keluarga

Selain itu, BNPB berencana membangun tambahan 50 kopel (250 unit) untuk menampung lebih banyak pengungsi.

Bagi warga yang memilih tinggal di rumah kerabat atau tempat lain selain pengungsian dan huntara, pemerintah memberikan dana tunggu hunian sebesar Rp 600 ribu per bulan selama 6 bulan — total Rp 3,6 juta — sampai hunian tetap selesai dibangun.

“Masyarakat terdampak bisa memilih tempat tinggal sesuai keinginan mereka. Yang penting, kami berusaha agar mereka tidak tinggal di pengungsian terus-menerus,” pungkas Suharyanto.

Penulis:

Fano Tresno

Related Post

Tinggalkan komentar