Darurat JKN: 15,3 Juta Orang Menunggak, Layanan Kesehatan Terancam?

Nida Ulfa

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan ada 15,3 juta orang yang menunggak iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) per Maret 2025.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan ada 15,3 juta orang yang menunggak iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) per Maret 2025.

Ketika Jaminan Kesehatan Nasional Kehilangan Nafas Panjangnya

Jakarta – Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tengah menghadapi tantangan serius. Per Maret 2025, tercatat sebanyak 15,3 juta peserta JKN menunggak iuran. Angka ini bukan hanya mengkhawatirkan, tapi juga bisa mengancam keberlangsungan sistem layanan kesehatan nasional yang selama ini menjadi tumpuan masyarakat.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kunta Wibawa Dasa Nugraha, menyebut total peserta JKN saat ini mencapai 222,7 juta orang, atau setara dengan 98,3 persen penduduk Indonesia. Namun di balik angka tersebut, ada fakta mencengangkan: jumlah peserta non-aktif melonjak drastis dari 20,2 juta orang di 2019 menjadi 56,8 juta di kuartal I 2025.

Baca Juga : Vaksin TBC Bill Gates Uji Coba di Indonesia

Mengapa JKN Bisa Non-Aktif?

Kunta menjelaskan bahwa penyebab peserta JKN menjadi non-aktif terbagi dua: karena mutasi dan karena menunggak. Dari jumlah itu, 41,5 juta orang tidak aktif karena mutasi—misalnya, peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang sudah bekerja dan tak lagi memenuhi syarat PBI, tapi belum mendaftar sebagai peserta mandiri atau segmen lain.

Sementara itu, 15,3 juta orang lainnya non-aktif karena menunggak iuran. “Yang menunggak itu kami tandai dengan warna kuning di data kami,” ujar Kunta dalam Rapat Panja JKN bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (7/5).

Dampak Fatal: Penerimaan Iuran Menurun, Layanan Terancam

Tingginya angka peserta non-aktif, khususnya yang menunggak, menyebabkan penerimaan iuran tidak optimal. Hal ini berisiko besar terhadap kelangsungan layanan kesehatan, mulai dari rumah sakit hingga Puskesmas.

“Jika penerimaan iuran rendah, program JKN bisa kesulitan membiayai pelayanan kesehatan masyarakat,” tegas Kunta.

Lebih lanjut, Kemenkes mendorong pengenaan sanksi administratif yang lebih tegas bagi peserta yang sebenarnya mampu, namun enggan membayar. “Di sinilah letak moral hazard-nya,” imbuhnya. Kemenkes juga menyoroti pentingnya pembaruan data karena bisa jadi peserta non-aktif sudah meninggal dunia atau mengalami perubahan kondisi ekonomi.

Baca Juga : Hindari Ini! Pantangan Makanan Penderita Hipertensi

Aturan Main Baru: Tunggak Sebulan, JKN Nonaktif

Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan, Arief Witjaksono Juwono Putro, menambahkan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 menetapkan peserta JKN akan dinonaktifkan jika menunggak selama satu bulan.

Status keaktifan bisa dipulihkan jika peserta melunasi tunggakan hingga maksimal 24 bulan plus iuran bulan berjalan. Namun, ada sanksi tambahan berupa denda jika peserta membutuhkan layanan rawat inap dalam 45 hari setelah melunasi tunggakan.

“Dendanya 5 persen dari estimasi biaya INA CBGs untuk rawat inap, maksimal Rp20 juta,” jelas Arief. Denda ini tidak berlaku bagi peserta PBI dan peserta yang seluruh iurannya ditanggung pemerintah daerah.

Kesimpulan: Saatnya Revisi Sistem dan Edukasi Publik

Meningkatnya peserta non-aktif dan tunggakan iuran menjadi cerminan perlunya reformasi sistem JKN. Baik dari sisi pembaruan data, pengawasan moral hazard, maupun edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya iuran demi keberlangsungan layanan kesehatan.

JKN adalah napas panjang bangsa dalam menjaga hak atas kesehatan. Bila iurannya terus-terusan tersendat, layanan kesehatan yang adil dan merata bisa menjadi angan belaka.

Penulis:

Nida Ulfa

Related Post

Tinggalkan komentar