Dedi Mulyadi: “KB Solusi Konkret Atasi Kemiskinan”

Nida Ulfa

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengatakan salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan yakni dengan program Keluarga Berencana (KB).
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengatakan salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan yakni dengan program Keluarga Berencana (KB).

Kontroversi Vasektomi dan Komitmen Jawa Barat Mengendalikan Laju Kemiskinan Lewat Program Keluarga Berencana

BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan pentingnya Program Keluarga Berencana (KB) sebagai strategi jangka panjang untuk mengatasi kemiskinan di provinsi berpenduduk terbanyak di Indonesia itu. Namun demikian, ia menekankan bahwa pelaksanaan KB tidak harus terpaku pada satu metode seperti vasektomi, apalagi jika metode tersebut menimbulkan kontroversi atau dianggap bertentangan dengan ajaran agama.

“Banyak cara untuk KB. Kalau satu cara tidak diperbolehkan, ada alternatif lain. Tinggal mau atau tidak,” ujar Dedi saat memberikan pernyataan di Bandung pada Sabtu (3/5).

Pernyataan ini muncul sebagai respons atas kritik dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat yang secara tegas mengharamkan vasektomi jika dijadikan syarat mutlak untuk menerima bantuan sosial (bansos). Meskipun sebelumnya Dedi sempat melontarkan gagasan agar kepala keluarga yang menerima bansos diwajibkan mengikuti program vasektomi sebagai bentuk komitmen terhadap pengendalian jumlah anak, ia kini membuka opsi lain yang lebih inklusif dan konstitusional.

Vasektomi sebagai Syarat Bansos: Ide Berani yang Menuai Reaksi

Wacana vasektomi sebagai prasyarat untuk memperoleh berbagai bantuan pemerintah, seperti beasiswa anak dan bantuan sosial keluarga miskin, sempat memicu polemik di masyarakat. Banyak pihak, termasuk tokoh agama dan ormas Islam, menilai kebijakan ini terlalu ekstrem dan berpotensi melanggar hak asasi manusia serta norma agama.

Ketua MUI Jawa Barat, KH Rahmat Syafei, menjelaskan bahwa sterilisasi permanen seperti vasektomi secara prinsip dilarang dalam ajaran Islam. “Tidak boleh bertentangan dengan syariat. Pada intinya, vasektomi itu haram. Hal ini sesuai dengan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV tahun 2012 di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya,” ungkapnya.

MUI menambahkan bahwa sterilisasi seperti vasektomi hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu, seperti adanya risiko kesehatan serius yang mengancam jiwa, dan tidak boleh menyebabkan kemandulan permanen. Dalam konteks itu, penerapan vasektomi secara umum sebagai syarat bansos tidak memiliki landasan agama yang sah.

KB Sebagai Investasi Sosial: Kunci Menghindari Kemiskinan Struktural

Terlepas dari kontroversi metode, Dedi menekankan bahwa pengendalian jumlah anak dalam sebuah keluarga adalah langkah strategis untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Ia menganalogikan pengendalian jumlah anak dengan bentuk tanggung jawab jangka panjang yang harus diambil oleh orang tua, bukan hanya terhadap diri sendiri, tetapi juga terhadap anak-anak mereka.

“Saya punya tiga anak, itu sudah cukup. Jangan mau bikin anak, tapi tidak mau tanggung jawab. Kita harus mulai menyadari bahwa kemampuan membesarkan anak itu harus sejalan dengan jumlah anak yang kita miliki,” ucapnya tegas.

Menurut Dedi, beban kemiskinan di Jawa Barat sering kali berakar dari tingginya angka kelahiran yang tidak diimbangi dengan kesiapan ekonomi dan pendidikan dalam keluarga. Banyak keluarga di pelosok desa yang masih memiliki lebih dari lima anak tanpa penghasilan yang memadai, yang pada akhirnya hanya memperpanjang siklus kemiskinan dari generasi ke generasi.

Alternatif KB: Lebih Humanis dan Sesuai Nilai Budaya Lokal

Dedi juga menegaskan bahwa dirinya dan pemerintah provinsi terbuka terhadap metode-metode KB lain yang lebih dapat diterima oleh masyarakat dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama maupun adat istiadat. Pemerintah daerah akan terus mendorong edukasi dan sosialisasi KB berbasis nilai keluarga dan pendekatan psikologis, termasuk penggunaan kontrasepsi non-permanen, peran aktif istri, serta pemahaman bersama dalam rumah tangga tentang pentingnya perencanaan keluarga.

“KB itu bukan soal paksaan, tapi soal kesadaran. Kalau masyarakat paham kenapa ini penting, mereka akan ikut tanpa perlu dipaksa,” tambahnya.

Ia juga menyampaikan bahwa program KB tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus didukung dengan peningkatan akses layanan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi keluarga. Pemerintah daerah akan menggandeng berbagai pihak termasuk tokoh agama, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga pendidikan untuk menyukseskan program ini secara holistik.


KB Bukan Musuh Agama, Tapi Sahabat Kesejahteraan

Kontroversi seputar vasektomi sebagai syarat bansos menjadi refleksi penting bahwa kebijakan publik harus disesuaikan dengan nilai-nilai lokal dan prinsip keadilan sosial. Namun, semangat di balik wacana ini tetap patut diapresiasi: yakni keinginan kuat dari seorang pemimpin daerah untuk memutus rantai kemiskinan melalui perencanaan keluarga yang sehat dan bertanggung jawab.

Ke depan, yang dibutuhkan bukan hanya metode kontrasepsi, tetapi kesadaran kolektif bahwa masa depan anak-anak Indonesia, khususnya di Jawa Barat, sangat ditentukan oleh keputusan hari ini tentang keluarga.

Baca Juga : https://kinipedia.com/outsourcing-janji-prabowo-dan-kegalauan-pengusaha/

Penulis:

Nida Ulfa

Related Post

Tinggalkan komentar