Kasus penyerangan kegiatan retret di Sukabumi kembali menjadi sorotan publik setelah pihak kepolisian menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Kejadian yang memicu keresahan di tengah masyarakat ini tidak hanya mendapat perhatian aparat penegak hukum, tetapi juga dari berbagai tokoh politik dan masyarakat. Salah satunya adalah tokoh muda dan legislator nasional, Demul, yang memberikan respons tegas dan menyeluruh atas peristiwa ini.
Penyerangan yang terjadi beberapa hari lalu itu diduga dilakukan oleh sekelompok orang yang tidak terima dengan kegiatan yang berlangsung di salah satu lokasi perbukitan Sukabumi, yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan retret oleh sekelompok peserta dari luar kota. Dalam insiden tersebut, sejumlah peserta mengalami luka-luka, dan fasilitas di lokasi pun mengalami kerusakan. Suasana khidmat dan damai yang seharusnya menyelimuti kegiatan rohani tersebut berubah menjadi mencekam akibat tindakan brutal yang tidak berperikemanusiaan.
Kepolisian bertindak cepat dengan mengamankan beberapa orang yang diduga kuat terlibat dalam aksi kekerasan tersebut. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan pengumpulan bukti, tujuh orang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan pasal-pasal terkait kekerasan, perusakan, dan pelanggaran terhadap ketertiban umum.
Menanggapi kabar tersebut, Demul menyampaikan pernyataan resminya kepada media. Ia mengungkapkan keprihatinannya atas peristiwa itu dan menegaskan pentingnya menjaga toleransi serta menghormati kegiatan keagamaan atau kegiatan spiritual apapun bentuknya. “Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi ini soal kita sebagai bangsa. Apakah kita masih mampu menjunjung tinggi keberagaman, menghormati perbedaan, dan menjaga harmoni?” ujar Demul dalam pernyataannya.
Ia menambahkan bahwa tindakan kekerasan dalam bentuk apapun tidak bisa dibenarkan, terlebih jika itu dilakukan terhadap kegiatan yang sifatnya damai dan keagamaan. Menurutnya, penegakan hukum yang tegas harus dijalankan tanpa pandang bulu, dan negara wajib hadir melindungi setiap warga negara dalam menjalankan hak-haknya secara konstitusional.
Demul juga menyoroti perlunya edukasi masyarakat, terutama di daerah-daerah yang rawan konflik horizontal. Ia mengajak tokoh masyarakat, tokoh agama, serta pemerintah daerah untuk lebih aktif dalam mengedukasi warga soal pentingnya hidup berdampingan secara damai. “Pencegahan adalah kunci. Jika masyarakat paham, punya empati, dan mau berdialog, maka kekerasan seperti ini bisa dihindari,” ujarnya.
Selain itu, ia meminta agar proses hukum terhadap para tersangka dilakukan secara transparan dan adil, tanpa intervensi dari pihak manapun. “Jangan sampai ada kesan kasus ini dibiarkan mengambang. Korban butuh keadilan, dan pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tegasnya.
Pernyataan Demul ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Banyak yang menilai bahwa sikap tegas dan inklusif seperti itu perlu ditunjukkan oleh para pemimpin muda, agar mampu menjadi penyejuk di tengah masyarakat yang sering kali terpecah oleh isu-isu sensitif. Terlebih, dalam situasi politik yang kerap memanas, tokoh-tokoh publik memiliki tanggung jawab moral untuk meredam emosi massa, bukan malah memprovokasi.
Sementara itu, pihak penyelenggara retret juga angkat bicara dan menyatakan harapannya agar kejadian ini tidak terjadi lagi di masa depan. Mereka menegaskan bahwa kegiatan yang mereka lakukan bersifat damai, spiritual, dan tidak mengandung unsur provokasi. Dalam pernyataannya, mereka juga meminta perlindungan hukum dari aparat serta jaminan keamanan saat mengadakan kegiatan serupa di kemudian hari.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Negara tidak boleh kalah oleh kekerasan, apalagi yang berlatar belakang intoleransi atau prasangka terhadap kelompok tertentu. Sikap tegas aparat, keberanian tokoh-tokoh publik seperti Demul, serta kesadaran masyarakat luas akan pentingnya menjaga kedamaian bersama adalah modal utama untuk menjaga Indonesia tetap utuh dalam keberagaman.
Dengan telah ditetapkannya tujuh tersangka, proses hukum kini menjadi perhatian utama publik. Semua pihak menanti apakah hukum benar-benar bisa ditegakkan tanpa tekanan politik atau sosial. Jika tidak, dikhawatirkan kejadian serupa akan terulang di tempat lain.
Respons Demul menjadi simbol bahwa suara moderat dan rasional masih sangat dibutuhkan di tengah derasnya arus intoleransi. Ia menunjukkan bahwa keberanian bukan hanya soal melawan musuh di medan perang, tapi juga berdiri teguh membela nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, meski berisiko menghadapi tekanan dari banyak arah.
Baca Juga : Dedi Mulyadi Turun Tangan Atasi Krisis Air Karawang