Dididik TNI: “Jalan Baru 39 Anak Nakal Purwakarta”

Nida Ulfa

Para pelajar saat mengikuti pendidikan berkarakter di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Kabupaten Purwakarta, Kamis (1/5/2025).
Para pelajar saat mengikuti pendidikan berkarakter di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Kabupaten Purwakarta, Kamis (1/5/2025).

Program Militer untuk Remaja Bermasalah: Terobosan atau Kontroversi?

Sebanyak 39 siswa dari berbagai sekolah di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dikirim ke Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9 TNI AD. Mereka bukan dikirim untuk berperang, melainkan untuk menjalani program pembinaan karakter yang digagas pemerintah daerah bekerja sama dengan pihak militer. Para siswa ini dijemput menggunakan truk TNI, diantar langsung oleh orang tua mereka, sebagai bentuk penyerahan tanggung jawab sementara demi masa depan anak-anak yang terjerat kenakalan remaja.

Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Zein, menyampaikan bahwa total ada 39 siswa yang akhirnya mengikuti program ini. Awalnya, jumlah peserta mencapai 40, namun satu siswa tidak hadir dan hingga kini masih dicari oleh orang tuanya. “Kami menerima titipan dari orang tua, lalu menyerahkan mereka ke Resimen Armed 1 untuk menjalani pembinaan. Ini bentuk intervensi kita sebagai pemerintah, jangan sampai anak-anak ini kehilangan arah,” kata Zein.

Program ini tidak sekadar menempatkan remaja bermasalah dalam lingkungan militer. Mereka tetap menjalani proses belajar-mengajar, namun dengan pendekatan berbeda. Kelas mereka dipindahkan ke barak, disesuaikan dengan kurikulum berkarakter yang mengutamakan disiplin, tanggung jawab, dan mental positif.

Zein menambahkan, jenis kenakalan yang dilakukan para siswa beragam—mulai dari bolos sekolah, terlibat tawuran, hingga penyalahgunaan narkoba dan alkohol. “Kalau kita tunggu regulasi turun, bisa makin parah. Ini sudah darurat. Tugas kita melindungi masa depan mereka sebelum semuanya terlambat,” tegasnya.

Militerisasi Pendidikan atau Solusi Nyata?

Kolonel Arm Roni Junaidi, Komandan Resimen Armed 1 Kostrad, menjelaskan bahwa program ini bukan hukuman, tetapi pembinaan. Setibanya di lokasi, para siswa menjalani pemeriksaan kesehatan dan psikologis sebagai langkah awal. Selanjutnya, mereka mengikuti kurikulum khusus yang dirancang secara kolaboratif oleh TNI, Polri, Pemda, dinas sosial, dan psikolog anak.

Materi yang diberikan mencakup pendidikan karakter, bela negara, penguatan spiritualitas, dan pendekatan psikologis. Jadwal mereka tertata ketat: salat subuh berjamaah, olahraga pagi, kegiatan belajar, menjaga kebersihan, hingga sesi konseling dan motivasi.

“Kami ingin menciptakan lingkungan positif, bukan menakut-nakuti. Tujuan utamanya adalah membangun mental dan spiritual mereka, agar setelah 14 hari pembinaan, mereka pulang sebagai pribadi yang lebih kuat dan terarah,” jelas Roni.

Salah satu orang tua, yang dikenal sebagai ES, menyatakan dukungannya penuh terhadap program ini. “Saya sudah kewalahan di rumah. Anak susah diajak salat, susah sekolah, suka buat ulah. Kalau di sini bisa lebih baik, saya ikhlas. Saya berharap ada perubahan besar dalam dirinya,” ucapnya.

Program ini menuai berbagai reaksi. Sebagian melihatnya sebagai langkah inovatif untuk mengatasi krisis moral remaja. Namun, tak sedikit pula yang mempertanyakan pendekatan militer terhadap anak-anak usia sekolah. Di tengah perdebatan itu, satu hal yang pasti: masa depan para siswa ini tidak boleh dibiarkan tanpa arah. Apakah cara ini akan berhasil? Hanya waktu yang akan menjawab.

Baca Juga : “Kontroversi UU TNI 2025: Finalisasi Cepat, Gugatan Menguat”

Penulis:

Nida Ulfa

Related Post

Tinggalkan komentar