Kebijakan tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump serta respons negatif dari sejumlah negara lain telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor.
Pengumuman tersebut menyebabkan kejatuhan di berbagai pasar global, dengan aksi jual terus berlanjut hingga Senin (7/4/2025).
Trump bersama pemerintahannya menunjukkan sikap keras terhadap pasar, menyatakan bahwa proses ini tidak akan mudah dan mengajak warga AS untuk bertahan, sebagaimana disampaikan dalam unggahan di platform Truth Social pada Jumat malam.
Selama akhir pekan, Uni Eropa dilaporkan tengah menyiapkan pemberlakuan tarif balasan terhadap impor AS senilai hingga US$28 miliar, sebagai bagian dari eskalasi perselisihan dagang. Tindakan serupa juga diumumkan oleh China dan Kanada sebagai respons terhadap kebijakan Trump.
Kondisi pasar yang merugi, potensi kenaikan harga barang, serta meningkatnya risiko resesi menjadi kekhawatiran besar yang timbul akibat kebijakan tarif tersebut.
Lim Hui Jie, koresponden pasar CNBC Internasional, menyampaikan bahwa pasar tengah bersiap menghadapi kerugian lebih lanjut. Pada Minggu malam, saham berjangka AS mencatat penurunan, mengindikasikan hari perdagangan ketiga berturut-turut dengan potensi kerugian, menyusul dua hari penurunan besar sebelumnya.
Indeks Dow Jones turun 1.531 poin atau sekitar 4% pada Minggu malam, membuka potensi hari perdagangan yang lebih buruk pada Senin. S&P 500 berjangka dan Nasdaq-100 berjangka juga turun masing-masing 4%. Hari Jumat sebelumnya, Dow dan S&P 500 mencatat penurunan harian terbesar sejak 2020, sementara Nasdaq Composite resmi memasuki pasar bearish setelah kehilangan 6%.
Bitcoin turut merosot di bawah US$79.000 pada hari Minggu karena investor bersiap menghadapi gejolak pasar keuangan yang lebih dalam. Aset kripto ini telah anjlok 15% sepanjang 2025 dan diprediksi masih akan mengikuti pergerakan pasar saham karena kekhawatiran resesi global meskipun ada ekspektasi regulasi positif tahun ini.
Sementara itu, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menunda pelaksanaan tarif baru yang akan dimulai pada 9 April 2025. Dalam wawancara dengan program “Face the Nation” di CBS, Lutnick menyatakan bahwa tarif tersebut akan tetap diberlakukan selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
“Presiden perlu melakukan penataan ulang terhadap sistem perdagangan global. Semua negara memiliki surplus perdagangan, sementara kami justru mengalami defisit,” ujarnya.