Harga emas kembali menjadi sorotan utama dalam lanskap ekonomi nasional. Tak hanya mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah, lonjakan harga emas perhiasan juga menyulut tekanan inflasi yang cukup signifikan di bulan April 2025. Meskipun bukan penyumbang inflasi terbesar, emas perhiasan menjadi komoditas dengan laju inflasi paling tinggi dalam lima tahun terakhir.
Inflasi April 2025: Emas Jadi Pemicu Kedua Terbesar
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi bulan April 2025 tercatat sebesar 1,17% secara bulanan (month-to-month) dan 1,95% secara tahunan (year-on-year). Di balik angka tersebut, emas perhiasan muncul sebagai salah satu penyumbang inflasi utama dalam kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang tercatat memberikan tekanan inflasi sebesar 2,46% dengan andil 0,16% terhadap total inflasi.
“Kelompok kedua yang menyumbang utama inflasi April 2025 adalah kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan inflasi 2,46%. Komoditas yang menyumbang andil inflasi terbesar pada kelompok ini adalah emas perhiasan,” ujar Pudji Ismartini, Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, dalam konferensi pers pada Jumat, 2 Mei 2025.
Meskipun berada di bawah kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang memberikan andil inflasi tertinggi sebesar 6,6%, lonjakan harga emas menciptakan tekanan yang belum pernah terjadi selama hampir dua tahun terakhir.
Baca Juga :“Ole Romeny: Dari Keturunan Indonesia hingga Dua Gol Emas”
Inflasi Emas Perhiasan Tertinggi dalam 20 Bulan
Emas perhiasan mencatat inflasi bulanan (mtm) sebesar 10,52% pada April 2025. Ini merupakan rekor inflasi bulanan tertinggi dalam 20 bulan berturut-turut untuk komoditas tersebut. Kenaikan ini jauh melampaui catatan inflasi bulan Maret 2025 yang hanya sebesar 3,77%.
“Pada April 2025, komoditas emas perhiasan mencatat inflasi sebesar 10,52%. Ini merupakan tingkat inflasi tertinggi selama 20 bulan berturut-turut,” ungkap Pudji.
Pudji menambahkan bahwa angka inflasi ini merupakan yang tertinggi sejak September 2020, menandai puncak baru dalam tekanan harga emas perhiasan di pasar domestik. Sebelumnya, inflasi tertinggi terjadi pada Agustus 2024 dengan angka 10,75%.
Rekor Harga Emas dan Koreksi Mendadak
Penyebab utama dari tekanan inflasi ini tentu tak bisa dilepaskan dari pergerakan harga emas global yang menyentuh rekor tertinggi. Pada 23 April 2025, harga emas Logam Mulia produksi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) tercatat menyentuh level Rp 2.039.000 per gram, rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Kenaikan ini terjadi meskipun harga emas global sedang mengalami tekanan. Namun, hanya beberapa hari setelahnya, harga mulai mengalami penurunan tajam. Hingga Jumat, 2 Mei 2025, harga emas Antam tercatat turun ke angka Rp 1.916.000 per gram, mengalami penurunan sebesar Rp 127.000 dari puncaknya.
Sementara itu, harga buyback emas juga ikut melemah ke posisi Rp 1.761.000 per gram, mencerminkan penurunan nilai yang cukup signifikan bagi para pemilik emas yang hendak menjual kembali kepemilikannya.
Harga Emas Dunia Anjlok, Tapi Inflasi Terlanjur Meningkat
Meskipun harga emas global sempat menyentuh puncaknya di angka US$ 3.424,30 per troy ons pada 21 April 2025, sejak saat itu terjadi penurunan tajam hingga menyentuh angka US$ 3.237,22 per troy ons pada 2 Mei 2025. Penurunan tersebut merupakan koreksi sebesar lebih dari 5% dalam waktu dua minggu. Bahkan, emas dunia telah melemah dalam 8 dari 10 hari perdagangan terakhir.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun harga emas tengah terkoreksi, inflasi yang ditimbulkan akibat lonjakan harga sebelumnya telah terakumulasi dalam data bulan April. Ini menjadi gambaran bahwa inflasi seringkali merupakan respons tertunda dari gejolak harga komoditas di pasar global.
Dampak Bagi Masyarakat dan Kebijakan
Kenaikan harga emas, yang sering dianggap sebagai aset lindung nilai (safe haven), membawa dilema tersendiri. Di satu sisi, emas menjadi pilihan investasi populer saat ketidakpastian ekonomi meningkat. Namun di sisi lain, lonjakan harga emas menambah beban biaya hidup masyarakat, terutama dalam sektor perhiasan dan jasa pribadi.
Kondisi ini menambah tekanan bagi Bank Indonesia dan pembuat kebijakan fiskal untuk menjaga kestabilan harga. Kebijakan moneter ke depan harus memperhitungkan volatilitas harga komoditas, termasuk emas, dalam rangka menekan laju inflasi ke level yang terkendali
Rekor harga emas yang terjadi di April 2025 tidak hanya menjadi berita baik bagi investor, tetapi juga menjadi pendorong signifikan inflasi. Inflasi emas perhiasan yang menyentuh 10,52%—tertinggi dalam lima tahun—menunjukkan bahwa gejolak pasar global dapat berdampak langsung pada dompet masyarakat. Ketika emas bersinar, inflasi ikut memanas. Pertanyaannya, seberapa siap kita menghadapi babak berikutnya?
Baca Juga : Indonesia Gandeng Tony Blair Institute untuk Percepat Transformasi Digital