(KININEWS) – Serangan keji yang dilakukan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, mengakibatkan enam guru kehilangan nyawa pada Jumat, 21 Maret 2025. Aksi kekerasan oleh kelompok separatis ini dilakukan oleh pasukan dari batalion Eden Sawi dan Sisipa.
“Benar, enam guru tewas dalam serangan yang kejam dan tidak berperikemanusiaan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Infanteri Candra Kurniawan, pada Minggu, 23 Maret 2025.
Serangan kelompok bersenjata ini semakin menambah daftar panjang kasus kekerasan di Papua. Berikut beberapa fakta terkait peristiwa tragis yang merenggut nyawa para guru di Yahukimo.
Dibakar Hidup-hidup
Kolonel Infanteri Candra Kurniawan mengungkapkan bahwa para korban dibunuh dengan cara dibakar hidup-hidup. Ia menyatakan bahwa mereka diduga dibunuh dan dibakar saat berada di dalam gedung sekolah.
“Enam guru menjadi korban dalam serangan brutal ini. Mereka juga membakar sekolah serta rumah para guru,” kata Candra dalam keterangannya pada Minggu, 23 Maret 2025.
Dari enam korban, empat di antaranya telah berhasil diidentifikasi, termasuk satu orang yang merupakan tenaga kesehatan di Distrik Anggruk.
Alasan OPM Melakukan Penyerangan
Panglima Kodam TPNPB OPM Kodam XVI Yahukimo, Elkius Kobak, mengklaim bahwa alasan mereka menyerang para guru adalah karena mereka diduga sebagai agen intelijen Indonesia.
Klaim ini merujuk pada pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto sebelumnya, yang menyebut bahwa anggota TNI juga bertugas sebagai tenaga pendidik dan tenaga medis di Papua.
“Oleh karena itu, saya memerintahkan pasukan untuk mengeksekusi enam anggota TNI yang berprofesi sebagai guru,” ujar Elkius dalam pernyataan tertulisnya pada Sabtu, 22 Maret 2025.
TNI Membantah Guru adalah Intelijen
TNI menegaskan bahwa klaim kelompok bersenjata yang menyebut para guru sebagai agen intelijen tidak berdasar. Candra Kurniawan memastikan bahwa keenam korban yang tewas adalah guru, bukan anggota militer atau agen intelijen.
“Semua korban dari serangan OPM adalah guru. Tidak ada yang merupakan personel militer,” kata Candra saat dihubungi pada Minggu, 23 Maret 2025.
Ia menambahkan bahwa tudingan OPM tersebut tidak memiliki bukti dan hanya digunakan sebagai pembenaran atas aksi kekerasan yang mereka lakukan. “OPM harus bertanggung jawab, dan aparat keamanan akan mengambil tindakan tegas,” tegasnya.
OPM Imbau Guru Meninggalkan Wilayah Konflik
Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, menyatakan bahwa pihaknya bertanggung jawab atas serangan tersebut.
“Kami bertanggung jawab atas serangan ini, di mana kami telah membunuh enam guru dan tenaga medis serta membakar rumah-rumah agen intelijen,” ujar Sebby dalam siaran pers pada Sabtu, 22 Maret 2025.
Sebby juga mengimbau seluruh tenaga pengajar dan tenaga medis untuk segera meninggalkan wilayah konflik di Papua. Ia menegaskan bahwa OPM akan melancarkan operasi militer yang menargetkan agen intelijen Indonesia dalam waktu dekat.
“Kami meminta Presiden Prabowo dan Panglima TNI agar tidak sembarangan melakukan serangan balasan yang bisa berdampak pada warga sipil,” kata Sebby.
Evakuasi Guru dan Tenaga Medis
TNI telah melakukan evakuasi terhadap puluhan guru dan tenaga medis guna menghindari potensi serangan lanjutan dari OPM. Mereka yang dievakuasi berasal dari beberapa distrik, seperti Heriapini, Kosarek, Ubalihi, Nisikni, Walma, dan Kabianggam. Para korban dievakuasi dari Wamena menuju Jayapura.
“Evakuasi dilakukan menggunakan pesawat Adventist Aviation dengan total 58 penumpang, termasuk 4 anak-anak dan 1 warga sipil, melalui Bandara Wamena,” kata Kurniawan dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 22 Maret 2025.
Ia juga menyatakan bahwa Satuan Tugas Operasi Damai Cartenz telah dikerahkan ke Yahukimo untuk mencegah serangan terhadap warga sipil.