Sitaro, Sulawesi Utara — Warga dan pengunjung di Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara, diminta meningkatkan kewaspadaan menyusul peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Karangetang yang berada di Pulau Siau. Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) mencatat sejumlah gempa vulkanik dan tektonik yang terjadi selama periode pengamatan terbaru, menandakan kondisi gunung yang masih aktif dan berpotensi menimbulkan bahaya.
Menurut laporan aktivitas yang disusun oleh petugas Pos PGA, Vieko Kristianse Rompas, pada periode pengamatan 3 Mei 2025, terekam sebanyak sembilan kali gempa embusan. Gempa-gempa tersebut memiliki amplitudo antara 5 hingga 20 milimeter dengan durasi antara 25 hingga 40 detik. Gempa embusan ini menandakan adanya pergerakan gas atau tekanan dari dalam tubuh gunung ke permukaan, yang kerap kali menjadi indikasi awal aktivitas vulkanik.
Selain itu, terekam pula dua kali gempa hybrid atau fase banyak yang memiliki amplitudo antara 5 hingga 7 milimeter. Gempa hybrid ini terjadi tanpa jeda waktu S-P (0 detik) dengan durasi 7–8 detik. Gempa jenis ini umumnya menunjukkan aktivitas magma yang mulai mendekati permukaan, dan menjadi salah satu sinyal bahwa tekanan di dalam gunung semakin meningkat.
Tak hanya itu, pada hari yang sama, Gunung Karangetang juga mencatat satu kali gempa terasa dengan amplitudo cukup besar yakni 50 milimeter. Gempa tersebut memiliki jeda waktu S-P selama 42 detik dan durasi yang cukup lama, yakni 1.942 detik, atau lebih dari setengah jam. Skala intensitas gempa ini tercatat pada skala I MMI, yang artinya gempa dirasakan oleh sebagian orang, namun tidak menyebabkan kerusakan. Selain itu, terdapat 11 kali gempa tektonik jauh yang juga tercatat dalam periode ini, dengan amplitudo 5 hingga 30 milimeter, durasi 60–152 detik, dan jeda waktu S-P antara 10–30 detik.
Pada periode sebelumnya, yakni 2 Mei 2025, Pos PGA juga mencatat adanya peningkatan aktivitas. Dalam periode tersebut, terekam 10 kali gempa embusan, enam kali gempa vulkanik dalam, satu kali gempa terasa, serta sembilan kali gempa tektonik jauh. Pola aktivitas ini menunjukkan bahwa Gunung Karangetang berada dalam fase aktif yang cukup intensif.
Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, status aktivitas Gunung Karangetang saat ini berada pada Level II atau Waspada. Masyarakat pun diimbau untuk tidak mendekati wilayah gunung dalam radius 1,5 kilometer dari puncak kawah dua (kawah utara) maupun kawah utama (selatan). Selain itu, terdapat area dengan potensi bahaya lebih tinggi yang berada pada sektor barat daya dan selatan hingga sejauh 2,5 kilometer dari kawah.
“Masyarakat dan wisatawan diimbau untuk tidak melakukan aktivitas apapun, termasuk pendakian, di dalam zona prakiraan bahaya,” ujar Vieko Kristianse Rompas.
Vieko menambahkan bahwa masyarakat harus mewaspadai potensi guguran lava dan awan panas guguran yang bisa terjadi sewaktu-waktu, terutama akibat penumpukan material lava yang belum stabil. Kondisi ini sangat rawan menyebabkan longsoran, khususnya ke arah selatan, tenggara, barat, dan barat daya.
Peringatan juga disampaikan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai yang berhulu dari puncak Gunung Karangetang. Mereka diminta untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjadinya lahar hujan dan banjir bandang. Hujan deras yang turun dapat mengalirkan material vulkanik ke daerah hilir, yang berpotensi menimbulkan bencana hingga ke wilayah pesisir.
“Kesiapsiagaan ini penting agar masyarakat terhindar dari dampak langsung maupun tidak langsung akibat meningkatnya aktivitas Gunung Karangetang,” ujar Vieko.
Gunung Karangetang dikenal sebagai salah satu gunung api paling aktif di Indonesia. Aktivitas vulkanik yang fluktuatif menuntut pemantauan intensif dan kesiapsiagaan dari seluruh elemen masyarakat. Pemerintah daerah bersama BPBD dan instansi terkait terus melakukan pemantauan dan siap memberikan peringatan dini apabila terjadi eskalasi aktivitas yang lebih tinggi.
Baca Juga : Jalur Ekstrem Rinjani Telan Korban, Pendaki Malaysia Meninggal Dunia