Presiden Prabowo Subianto dikabarkan menunjuk Hadi Poernomo sebagai Penasihat Khusus Presiden di bidang penerimaan negara. Penunjukan ini tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 45/P Tahun 2025, yang menyatakan secara jelas bahwa Hadi diangkat ke jabatan tersebut dan akan mendapatkan hak keuangan serta fasilitas setara dengan menteri.
Dalam salinan Keppres tersebut, Hadi ditugaskan sebagai penasihat khusus dengan mandat untuk memberikan masukan strategis kepada presiden terkait peningkatan penerimaan negara, khususnya dari sektor perpajakan. Penunjukan ini menimbulkan beragam respons dari publik dan media, namun hingga kini belum ada tanggapan resmi dari pihak Istana Kepresidenan. Beberapa pejabat seperti Sekretaris Kabinet, Kepala PCO, dan Wamenkomdigi belum merespons ketika dimintai keterangan. Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto hanya memberi komentar singkat: “Tunggu saja.”
Baca Juga : Ekonomi Melemah di Awal Era Prabowo: Sinyal Darurat?
Peran Strategis di Tengah Tantangan Fiskal
Penempatan Hadi Poernomo di posisi penasihat khusus bukan tanpa alasan. Di tengah tantangan fiskal dan tekanan terhadap penerimaan negara, pemerintahan saat ini tampaknya membutuhkan figur yang memiliki pengalaman teknis dan jaringan kuat dalam bidang perpajakan serta keuangan negara. Hadi dikenal luas sebagai mantan Direktur Jenderal Pajak dan juga mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dengan latar belakang akademik dan birokratik yang panjang, ia diperkirakan akan memberi pengaruh besar dalam perumusan strategi peningkatan penerimaan negara. Namun, penunjukan ini tidak sepenuhnya disambut positif. Sebagian kalangan menyoroti rekam jejak masa lalunya yang sempat menimbulkan kontroversi hukum.
Bayang-bayang Kasus Lama Kembali Muncul
Hadi Poernomo sempat menjadi sorotan tajam pada tahun 2014, saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang semasa menjabat sebagai Dirjen Pajak pada 2002 hingga 2004. Ia dituduh telah mengubah telaah internal mengenai permohonan keberatan pajak dari salah satu bank swasta nasional terkait kredit bermasalah senilai triliunan rupiah.
Awalnya, telaah menyimpulkan permohonan tersebut harus ditolak. Namun, menjelang batas waktu keputusan, Hadi diduga menginstruksikan perubahan keputusan menjadi penerimaan penuh terhadap permohonan keberatan pajak tersebut. Akibat keputusan ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp375 miliar dalam bentuk pajak yang seharusnya diterima.
Meski demikian, proses hukum terhadap Hadi tidak berlanjut setelah gugatan praperadilannya dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal saat itu menyatakan bahwa penyidikan KPK terhadap Hadi tidak sah secara hukum, sehingga status tersangkanya otomatis gugur. Keputusan ini menuai pro dan kontra, namun tetap membuatnya lepas dari jerat hukum lebih lanjut.
Kini, dengan posisinya yang baru di lingkaran terdekat Presiden, rekam jejak masa lalu Hadi kembali menjadi sorotan. Apakah pengalaman dan kemampuannya akan membawa dampak positif terhadap kebijakan penerimaan negara, atau justru membuka kembali perdebatan lama—hal ini akan sangat tergantung pada langkah dan transparansi pemerintah ke depan.
Baca Juga : Penguatan Diplomasi Keamanan Prabowo di Thailand