Jakarta, 14 Mei 2025 — Kaspersky, perusahaan keamanan siber global, baru-baru ini merilis laporan tahunan terbarunya mengenai lanskap ancaman ransomware di seluruh dunia. Laporan ini menunjukkan bahwa serangan ransomware terus berkembang secara global, dengan peningkatan jumlah pengguna terdampak dan pola serangan yang semakin menargetkan sektor-sektor kritikal.
Menurut data dari Kaspersky Security Network (KSN), wilayah Timur Tengah, Asia Pasifik (APAC), dan Afrika menjadi kawasan yang paling sering mengalami serangan ransomware sepanjang 2023 hingga awal 2024. Sementara itu, kawasan Amerika Latin, Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS), dan Eropa berada di urutan berikutnya.
Secara global, proporsi pengguna yang terkena serangan ransomware meningkat menjadi 0,44 persen. Meskipun angka ini terlihat kecil, hal ini sejalan dengan karakteristik serangan ransomware yang lebih bersifat tertarget ketimbang masif. Para pelaku kejahatan siber kini lebih fokus membidik target bernilai tinggi seperti perusahaan besar, lembaga pemerintah, dan infrastruktur penting, bukan pengguna biasa.
“Kami melihat bahwa para pelaku ransomware kini mengadopsi pendekatan yang lebih terarah dan canggih. Target mereka adalah institusi dengan potensi pembayaran tebusan tinggi dan data sensitif,” ujar pakar keamanan Kaspersky.
Kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah: Digitalisasi Cepat, Risiko Meningkat
Asia Pasifik menjadi salah satu kawasan paling terdampak. Negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat dan kebijakan privasi data yang masih dalam tahap awal menjadi lahan subur bagi pelaku ransomware. Infrastruktur teknologi operasional (Operational Technology/OT) dan sektor publik menjadi target utama, seiring dengan pesatnya digitalisasi tanpa diimbangi kesiapan keamanan siber yang memadai.
Hal serupa juga terjadi di Timur Tengah, di mana transformasi digital masif dan ekspansi permukaan serangan turut berkontribusi pada tingginya insiden ransomware.
Afrika: Ancaman Meningkat Seiring Pertumbuhan Ekonomi Digital
Meski memiliki tingkat digitalisasi yang lebih rendah, negara-negara Afrika seperti Nigeria dan Afrika Selatan mulai menunjukkan peningkatan dalam insiden ransomware. Hal ini terjadi seiring ekspansi ekonomi digital, khususnya di sektor manufaktur, keuangan, dan pemerintahan.
Namun, banyak organisasi di kawasan ini masih mengalami keterbatasan dalam kesadaran dan sumber daya keamanan siber, sehingga meningkatkan kerentanan terhadap serangan, meskipun permukaan serangannya lebih kecil dibanding kawasan lain.
Amerika Latin: Tantangan Ekonomi Hambat Respons Serangan
Di Amerika Latin, negara-negara seperti Brasil, Argentina, Chili, dan Meksiko menghadapi peningkatan serangan ransomware yang menargetkan sektor manufaktur, energi, pertanian, dan ritel. Meski begitu, hambatan ekonomi dan tebusan yang lebih kecil seringkali mengurangi daya tarik kawasan ini bagi penyerang ransomware berskala besar.
Perlindungan dan Kesiapan Jadi Kunci
Kaspersky menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, adopsi teknologi keamanan canggih, serta peningkatan kesadaran akan pentingnya keamanan data untuk mencegah dan memitigasi dampak serangan ransomware.
“Transformasi digital harus berjalan beriringan dengan kesiapan siber. Tanpa itu, kita hanya memperluas permukaan serangan tanpa perlindungan memadai,” tutup Kaspersky dalam laporannya.
Untuk memperkuat pertahanan, perusahaan dan organisasi dianjurkan mengadopsi solusi endpoint protection, melakukan backup data secara berkala, dan memberikan pelatihan keamanan siber secara berkala kepada karyawan.
Baca Juga : Google Perkuat Keamanan Android dari Pencuri