(KININEWS) – Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah klaim yang menyebut bahwa kasus korupsi di PT Aneka Tambang (Antam) mengakibatkan kerugian negara hingga Rp5,9 kuadriliun. Informasi yang tersebar di media sosial tersebut dinyatakan sebagai hoaks dan tidak memiliki dasar yang valid. Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar.
Harli menegaskan bahwa angka kerugian yang beredar dalam unggahan viral sejak 7 Maret 2025 itu jauh dari fakta yang sebenarnya. “Tidak ada kerugian sebesar itu. Berdasarkan proses yang sedang berjalan, jumlahnya tidak mencapai Rp5,9 kuadriliun,” ungkap Harli dalam keterangannya yang dikutip dari Antara pada Rabu (12/3/2025).
Berapa Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Antam?
Menurut data resmi, Kejagung tengah menangani dua kasus terkait PT Antam, yaitu kasus jual beli emas dengan Budi Said dan kasus terkait tata kelola emas. Namun, Harli memastikan bahwa tidak ditemukan kerugian negara dalam jumlah sebesar yang diklaim di media sosial.
“Kasus Antam ada dua, yakni terkait Budi Said dan pemalsuan cap emas. Keduanya tidak menunjukkan adanya kerugian hingga Rp5,9 kuadriliun,” tegasnya.
Dalam kasus penyalahgunaan merek atau pemalsuan emas PT Antam, jaksa penuntut umum (JPU) mengungkapkan bahwa total kerugian negara yang ditemukan adalah sebesar Rp3,31 triliun. Sebanyak enam mantan pejabat PT Antam dan tujuh terdakwa dari pihak swasta didakwa terlibat dalam kasus ini.
Mereka termasuk:
- Tutik Kustiningsih (Vice President UBPP LM Antam 2008–2011)
- Herman (Vice President UBPP LM Antam 2011–2013)
- Dody Martimbang (Senior Executive VP UBPP LM Antam 2013–2017)
- Abdul Hadi Aviciena (General Manager UBPP LM Antam 2017–2019)
- Muhammad Abi Anwar (General Manager UBPP LM Antam 2019–2020)
- Iwan Dahlan (General Manager UBPP LM Antam 2021–2022)
Kronologi Kasus Pemalsuan Merek Emas Antam
Kasus ini bermula pada tahun 2010 hingga 2022, ketika PT Antam menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak swasta dalam pengolahan emas cucian dan jasa lebur emas tanpa izin resmi dari manajemen perusahaan. Emas yang dipasok oleh pihak eksternal tersebut kemudian diberi cap ilegal menggunakan logo Logam Mulia (LM) PT Antam, meskipun bukan bagian dari produksi resmi perusahaan.
Akibatnya, sekitar 109 ton emas berlogo Antam secara ilegal beredar di pasaran, bercampur dengan produk resmi perusahaan.