kinipedia- Jakarta, Fenomena ini diungkap langsung oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Zudan Arif Fakrulloh, dalam rapat bersama Komisi II DPR RI. Ia menjelaskan, sebagian besar CPNS yang mundur adalah hasil dari skema optimalisasi formasi kosong — mereka tidak lolos di pilihan awal, tapi akhirnya diterima di daerah lain yang tidak memiliki pelamar.
Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dulu adalah impian banyak orang. Stabil, dihormati, dan bergaji tetap. Tapi kini, mimpi itu tak lagi segemerlap dulu. Buktinya, 1.967 CPNS tahun 2024 memilih mundur, meski sudah dinyatakan lolos seleksi nasional.
Contohnya, dua pelamar dosen Sosiologi yang awalnya gagal di Universitas Negeri Jember, namun sistem otomatis menempatkan mereka di Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT, karena formasi di sana kosong. Meski secara sistem lulus, realitanya penempatan jauh dan fasilitas minim menjadi tantangan besar, hingga mereka memilih mengundurkan diri.
Tak hanya dosen, pengunduran diri massal terjadi juga di lima kementerian/lembaga besar:
- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
- Kementerian Kesehatan
- Kementerian Komunikasi dan Informatika
- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
- Kementerian PUPR
Gaji Kecil & Penempatan Jauh: Kombinasi yang Melelahkan
Gaji awal CPNS yang berkisar Rp2,5 juta–Rp4 juta tidak sebanding dengan biaya hidup di banyak daerah penempatan. Apalagi jika mereka harus pindah ke wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Banyak dari mereka harus menanggung sendiri biaya relokasi, hidup di tempat dengan akses internet terbatas, fasilitas kesehatan dan pendidikan minim, serta jauh dari keluarga.
Ekonom IDEAS, Shofie az Zahra, mengatakan bahwa fenomena ini mencerminkan perubahan cara pandang generasi muda terhadap pekerjaan. Kini, banyak anak muda yang lebih memilih fleksibilitas, keseimbangan hidup, dan peluang berkembang, dibanding status sosial semata.
“Dulu jadi PNS adalah impian karena stabil. Sekarang, banyak yang lebih memilih startup, kerja remote, atau swasta dengan gaji dan fleksibilitas lebih baik,” ujarnya.
Sinyal Bahaya untuk Sistem Kepegawaian
Pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebut fenomena ini sebagai alarm keras. Ia menilai sistem rekrutmen dan penempatan CPNS masih terlalu birokratis dan kurang manusiawi.
“Ini bukan sekadar angka. Ini adalah cerminan ketimpangan dan realita bahwa status sebagai ASN tidak lagi cukup untuk menutupi kenyataan penempatan geografis yang ekstrem,” jelasnya.
Apa Solusi Nyatanya?
Fenomena ini tidak boleh diabaikan. Pemerintah perlu bergerak cepat dengan melakukan reformasi mendasar dalam sistem ASN. Beberapa langkah yang disarankan para ahli:
- Evaluasi Proses Rekrutmen CPNS
Tidak hanya soal nilai ujian, tapi juga kesiapan mental, sosial, dan keinginan calon untuk bekerja di daerah penempatan. - Tinjau Struktur Gaji dan Tunjangan
Berikan kompensasi khusus untuk daerah 3T. Bisa berupa tunjangan keluarga, tunjangan daerah terpencil, hingga bonus kinerja. - Penempatan yang Lebih Manusiawi dan Adaptif
Pemerintah perlu mempetakan potensi daerah dan kompetensi ASN secara lebih cermat, bukan hanya sekadar mengisi formasi kosong. - Dukungan Infrastruktur
Bangun fasilitas penunjang di daerah penempatan: tempat tinggal layak, akses transportasi, internet, hingga jaminan mobilitas agar ASN mudah pulang ke kampung halaman.
ASN Masa Kini, Harapan Baru atau Kenangan Lama?

Fenomena ribuan CPNS yang mundur ini bukan akhir dari cita-cita menjadi abdi negara. Tapi ini adalah refleksi penting bahwa sistem ASN harus bertransformasi, jika ingin tetap relevan di mata generasi muda.
Karena pada akhirnya, pengabdian itu butuh dukungan, bukan hanya niat baik. Pemerintah harus menjadikan profesi PNS bukan hanya soal tugas negara, tapi juga masa depan yang layak bagi mereka yang bersedia mengabdi.