Korea Utara kembali menunjukkan arah kebijakan militer yang agresif. Pemimpin tertinggi negara tersebut, Kim Jong-un, menyerukan kesiapan penuh untuk menghadapi perang dan menegaskan bahwa persiapan militer saat ini adalah prioritas nasional yang paling mendesak.
Pernyataan itu disampaikan Kim saat memantau langsung latihan militer besar-besaran yang digelar oleh pasukan khusus Korea Utara. Latihan tersebut melibatkan operasi serangan taktis gabungan dan tembakan terkoordinasi dari unit tank. Dalam foto-foto yang dirilis media pemerintah, terlihat pasukan dengan pakaian kamuflase tengah mengoperasikan drone dalam medan latihan, menandakan fokus Korea Utara pada peperangan modern berbasis teknologi.
Kim Jong-un menekankan bahwa tanggung jawab angkatan bersenjata Korea Utara kini meluas tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di panggung global. Ia menyebutkan bahwa front terpenting saat ini adalah “front kelas anti-imperialis” — istilah yang banyak diartikan sebagai bentuk pembenaran atas keterlibatan Korea Utara dalam konflik Rusia-Ukraina.
Langkah ini selaras dengan laporan badan intelijen Korea Selatan (NIS) yang sebelumnya mengungkap adanya pergerakan militer Korea Utara ke wilayah Rusia. Tujuannya: mempelajari secara langsung pengoperasian drone dan taktik perang dari militer Moskow. Indikasi ini diperkuat oleh pengakuan resmi Korea Utara bulan lalu bahwa mereka telah mengirim pasukan ke Rusia. Ini menjadi pertama kalinya Pyongyang mengonfirmasi secara terbuka keterlibatannya dalam konflik luar negeri.
Keterlibatan tersebut juga dibahas dalam kunjungan Kim Jong-un ke Kedutaan Besar Rusia di Pyongyang pekan lalu. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa dukungan militer kepada Moskow merupakan bagian dari hak negara berdaulat berdasarkan perjanjian pertahanan bersama dengan Rusia. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk solidaritas strategis antara dua negara yang sama-sama berhadapan dengan tekanan Barat.
Perkembangan ini menjadi babak baru dalam hubungan Korea Utara dan Rusia yang semakin erat dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah sanksi internasional mempersempit ruang diplomatik dan ekonomi Pyongyang. Aliansi militer ini berpotensi menambah ketegangan di panggung geopolitik global, khususnya bagi negara-negara yang mendukung Ukraina.
Sementara itu, para analis memperingatkan bahwa keterlibatan Korea Utara dalam konflik di luar wilayahnya dapat memicu respons keras dari negara-negara Barat, termasuk potensi perluasan sanksi dan peningkatan tekanan diplomatik. Namun, bagi Kim Jong-un, langkah ini tampaknya merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat posisi militer Korea Utara dan memperluas pengaruhnya di tengah dunia yang semakin terpolarisasi.
Baca Juga : 14.000 Tentara Korea Utara Perkuat Rusia di Ukraina