Worldcoin Tawarkan Rp800 Ribu untuk Rekam Retina
Layanan digital Worldcoin dan WorldID menjadi sorotan publik setelah viral menawarkan imbalan uang tunai sebesar Rp800 ribu kepada warga yang bersedia menjalani perekaman data retina. Kejadian ini dilaporkan terjadi di wilayah Bekasi dan menyebar cepat di media sosial, menimbulkan pertanyaan serius mengenai keamanan data dan legalitas operasional layanan tersebut.
Dalam salah satu foto yang beredar, terlihat antrean panjang warga di depan sebuah gerai bertuliskan “World”. Lokasi tersebut disebut berada di Jalan Raya Narogong, Bekasi. Banyak warganet menyuarakan kekhawatiran soal praktik ini, terutama menyangkut privasi dan potensi penyalahgunaan data biometrik.
Kominfo Ambil Langkah Tegas: Pembekuan Sementara
Menanggapi situasi ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) langsung bertindak. Mereka secara resmi membekukan sementara operasi layanan Worldcoin dan WorldID. Langkah ini dinilai perlu sebagai tindakan preventif demi melindungi masyarakat dari potensi risiko keamanan digital dan penyalahgunaan data pribadi.
“Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, melalui situs resmi Komdigi pada Minggu (4/5). Ia juga menyatakan bahwa pihaknya akan memanggil PT Terang Bulan Abadi, pihak yang diduga menjalankan kegiatan tersebut, untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat.
Temuan: Tidak Terdaftar Sebagai Penyelenggara Resmi
Dalam penelusurannya, Komdigi menemukan bahwa PT Terang Bulan Abadi belum memiliki status sah sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Perusahaan tersebut juga tidak memiliki Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) seperti yang diwajibkan dalam regulasi pemerintah.
Sementara itu, layanan Worldcoin memang tercatat menggunakan TDPSE, namun bukan atas nama PT Terang Bulan Abadi. TDPSE itu didaftarkan atas nama perusahaan lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara. Hal ini memperkuat dugaan bahwa operasional layanan dilakukan dengan menggunakan identitas badan hukum yang berbeda, yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
“Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain untuk menjalankan layanan digital merupakan pelanggaran serius,” tegas Alexander.
Komdigi Minta Masyarakat Aktif Laporkan Pelanggaran
Alexander menegaskan bahwa Komdigi berkomitmen untuk terus mengawasi ruang digital secara tegas dan adil demi menjamin keamanan nasional di dunia maya. Ia juga mengajak masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan layanan digital yang menawarkan keuntungan instan tanpa kejelasan legalitas.
“Komdigi juga mengimbau agar masyarakat tetap waspada terhadap layanan digital yang tidak sah, serta segera melaporkan dugaan pelanggaran melalui kanal resmi pengaduan publik,” ujarnya.
Isu Keamanan Data Semakin Relevan
Kasus ini kembali menyoroti pentingnya perlindungan data pribadi dan perlunya literasi digital di tengah masyarakat. Pengumpulan data biometrik seperti retina tidak bisa dianggap remeh karena data tersebut sangat sensitif dan tidak dapat diubah seperti kata sandi.
Pembekuan sementara oleh Komdigi dianggap sebagai sinyal penting bahwa pemerintah serius menjaga ekosistem digital nasional. Masyarakat pun diharapkan semakin cermat dalam menyikapi tawaran layanan digital, khususnya yang melibatkan data pribadi atau biometrik.
Baca Juga : Kontroversi AfD: JD Vance Serang Elite Jerman