Lima Tersangka Resmi Ditetapkan Kejari Jakpus
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan barang dan jasa pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang kini berubah nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Kelima tersangka tersebut terdiri dari pejabat aktif dan mantan pejabat tinggi di lingkungan Kemenkominfo serta pihak swasta. Mereka adalah Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo periode 2016–2024, Bambang Dwi Anggono, Direktur Layanan Aplikasi Informatika Ditjen Aptika periode 2019–2023, dan Nova Zanda, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek PDNS. Dua tersangka lainnya adalah AA dan PPA, yang merupakan pejabat dari perusahaan swasta.
Penahanan terhadap para tersangka dilakukan selama 20 hari terhitung sejak 22 Mei hingga 10 Juni 2025. Semuel dan Nova ditahan di Rutan Klas 1 Jakarta Pusat, Bambang di Rutan Klas 1 Cipinang, AA di Rutan Salemba cabang Kejagung, dan PPA di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Proyek PDNS Bernilai Hampir Rp1 Triliun
Kasus korupsi ini bermula dari proyek pengadaan barang dan jasa pengelolaan PDNS yang dilakukan oleh Kemenkominfo pada tahun 2020. Total nilai proyek tersebut mencapai Rp958 miliar. Dalam pelaksanaannya, ditemukan indikasi pengondisian pemenang tender oleh oknum pejabat Kemenkominfo yang bekerja sama dengan perusahaan swasta.
Pada tahun 2020, PT AL diduga dikondisikan menjadi pemenang kontrak senilai Rp60,3 miliar. Praktik serupa terus terjadi hingga tahun-tahun berikutnya dengan nilai kontrak yang semakin besar. Tahun 2021, nilai kontrak meningkat menjadi Rp102,6 miliar, lalu melonjak menjadi Rp188,9 miliar, Rp350,9 miliar di tahun 2023, dan terakhir Rp256,5 miliar di tahun 2024. Keseluruhan proses itu dilakukan tanpa proses evaluasi yang layak dan transparan.
Baca Juga : Kejagung Tangkap Dirut Sritex, Diduga Korupsi Kredit
Kejanggalan dan Penyimpangan dalam Proyek
Pihak perusahaan yang dimenangkan dalam tender tersebut diketahui bermitra dengan entitas yang tidak memiliki sertifikasi kepatuhan ISO 22301, padahal sertifikasi ini menjadi salah satu syarat penting dalam proyek infrastruktur data nasional. Tak hanya itu, proyek juga dilaksanakan tanpa melibatkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam proses penilaian kelaikan teknis, yang seharusnya menjadi bagian dari prosedur.
Pengadaan proyek PDNS ini pun dianggap melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Akibat dari seluruh rangkaian penyimpangan ini, negara ditaksir mengalami kerugian ratusan miliar rupiah.
Baca Juga :Korupsi Emas Antam: Tuntutan Berat untuk 6 Petinggi
Bukti dan Pemeriksaan Diperluas
Dalam proses penyidikan, Kejaksaan telah memeriksa total 78 saksi dan empat ahli untuk memperkuat bukti hukum. Selain itu, penggeledahan dilakukan di berbagai tempat seperti kantor pusat Komdigi, sejumlah kantor swasta, dan kediaman pribadi beberapa pihak yang terlibat.
Penyidik juga berhasil mengamankan berbagai barang bukti yang signifikan, di antaranya uang tunai sebesar Rp1,78 miliar, tiga unit kendaraan, 176 gram logam mulia, tujuh sertifikat hak milik tanah, 55 perangkat elektronik, serta 346 dokumen yang diduga terkait dengan tindak pidana yang tengah diusut.
Komdigi Berkomitmen Mendukung Proses Hukum
Menanggapi perkembangan kasus ini, Komdigi menyatakan komitmennya dalam mendukung penuh proses penegakan hukum. Sekretaris Jenderal Komdigi, Ismail, menyatakan bahwa pihaknya akan kooperatif dan siap menyediakan informasi serta data yang dibutuhkan oleh aparat penegak hukum.
“Kami siap memberikan informasi dan data yang dibutuhkan guna memastikan proses hukum berjalan dengan lancar,” ujar Ismail dalam pernyataan resminya.
Penegakan Hukum Jadi Sorotan Publik
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan proyek strategis nasional dalam bidang digital dan teknologi informasi. Publik berharap agar proses hukum dilakukan secara transparan dan menyeluruh, serta menjadi momentum untuk memperkuat tata kelola pemerintahan digital yang bersih dan akuntabel.
Dengan penetapan tersangka ini, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menunjukkan komitmennya dalam mengusut tuntas kasus korupsi yang melibatkan anggaran besar dan berdampak luas terhadap kebijakan digital nasional.
Baca Juga : Hasto Tampil Beda di Sidang Kasus Suap Harun Masiku