Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menerbitkan hasil survei Fiscal Outlook edisi Maret 2025. Survei ini menunjukkan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang dijalankan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto diperkirakan akan mengubah pola pendapatan dan belanja di tingkat pemerintah daerah.
LPEM UI mencatat bahwa perubahan tersebut terutama disebabkan oleh masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana transfer dari pusat. “Kebanyakan daerah masih sangat bergantung pada pendapatan transfer,” tulis LPEM UI dalam laporan yang dirilis Selasa, 8 April 2025.
Salah satu langkah efisiensi yang tengah dijalankan adalah penghematan anggaran sebesar Rp306,69 triliun, yang terdiri atas pengurangan Rp256,1 triliun dari anggaran Kementerian/Lembaga dan Rp50,59 triliun dari alokasi Transfer ke Daerah (TKD).
Menurut LPEM UI, pengurangan belanja pemerintah di wilayah-wilayah yang ekonominya banyak ditopang oleh sektor administrasi pemerintahan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi lokal secara signifikan. “Tanpa langkah mitigasi yang tepat, penurunan belanja daerah bisa berdampak besar pada prospek pertumbuhan ekonomi regional,” tulis laporan itu.
Efisiensi pada distribusi TKD di wilayah-wilayah tertentu juga berpotensi menekan laju pertumbuhan ekonomi mereka, sekaligus memperbesar kesenjangan pembangunan antarwilayah. Dampak perlambatan diperkirakan akan lebih terasa di provinsi dengan tingkat risiko fiskal dan ekonomi yang tinggi.
LPEM UI mengidentifikasi beberapa provinsi dengan risiko tertinggi dalam hal fiskal dan ekonomi, yaitu Aceh, Maluku Utara, Papua Barat Daya, dan Papua Selatan. Data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pada 2024, kontribusi APBD terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh mencapai 20,54%. Untuk Maluku Utara sebesar 16,33%, Papua Barat Daya 29,05%, dan Papua Selatan 26,42%.