Jakarta, 14 Mei 2025 – Kinipedia.com
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Partai Politik yang diajukan oleh Edward Thomas Lamury Hadjon, seorang praktisi hukum tata negara. Gugatan tersebut mengusulkan adanya pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik melalui judicial review terhadap Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Dalam putusannya yang dibacakan pada Rabu (14/5/2025), MK menyatakan permohonan tersebut niet ontvankelijk verklaard, atau tidak dapat diterima, karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing). Hakim konstitusi menilai bahwa pemohon tidak dapat membuktikan adanya kerugian konstitusional yang bersifat langsung, aktual, dan pasti sebagai akibat dari berlakunya pasal yang diuji.
Permohonan ini pada dasarnya mempersoalkan tidak adanya ketentuan pembatasan masa jabatan ketua umum partai dalam undang-undang, yang menurut pemohon berpotensi menimbulkan konsentrasi kekuasaan yang terlalu besar di tangan satu orang. Edward menyatakan bahwa dominasi yang terlalu lama dari seorang ketua umum dalam suatu partai politik dapat merusak prinsip demokrasi internal dan menghambat regenerasi kepemimpinan.
“Partai politik adalah pilar demokrasi. Tapi jika seorang ketua umum bisa menjabat tanpa batas waktu, maka ada potensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan oligarki internal,” ujar Edward usai persidangan.
Meskipun argumen tersebut disampaikan dalam sidang, MK menegaskan bahwa bukan kewenangan mereka untuk menilai baik buruknya kebijakan pembuat undang-undang terkait pengaturan internal partai, selama tidak melanggar prinsip-prinsip konstitusi secara nyata.
Di sisi lain, gugatan ini memicu reaksi dari sejumlah elite partai politik. Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim, menganggap bahwa pembatasan masa jabatan ketua umum partai tidak seharusnya diatur oleh negara melalui undang-undang atau keputusan MK, melainkan merupakan urusan internal partai masing-masing.
“Jabatan ketua umum itu erat kaitannya dengan kepercayaan anggota partai. Selama prosesnya demokratis melalui kongres atau musyawarah nasional, tidak perlu dibatasi,” kata Hermawi.
Hermawi juga menyebut bahwa logika membatasi masa jabatan ketua umum partai tidak sejalan dengan sistem politik Indonesia yang tidak membatasi masa jabatan anggota DPR, yang juga berasal dari proses politik melalui pemilu.
Gugatan ini sebelumnya menjadi perhatian publik karena menyentuh isu krusial mengenai demokratisasi partai politik. Dalam sistem politik Indonesia, partai memiliki peran sentral dalam pencalonan pejabat publik, baik di eksekutif maupun legislatif. Namun, belum banyak aturan yang secara spesifik mengatur demokrasi internal partai, termasuk soal pembatasan masa jabatan pimpinan partai.
Sidang ini dihadiri oleh sejumlah akademisi dan pegiat demokrasi yang menilai bahwa partai politik harus membuka ruang bagi reformasi internal. Mereka menyayangkan keputusan MK, namun tetap mendorong agar pembahasan isu ini dilanjutkan di ruang legislatif atau forum publik lainnya.
Baca Juga : 29 Musisi Serbu MK, Ariel Noah & BCL Tuntut Perlindungan Royalti