Panglima Suriah Ditangkap di Bandara Dubai

Nida Ulfa

Issam Buwaydani, tokoh penting oposisi, diamankan saat tinggalkan UEA

Issam Buwaydani, panglima militer dari pemerintahan transisi Suriah, dilaporkan ditangkap oleh otoritas Uni Emirat Arab (UEA) pada Kamis (24/4) lalu di Bandara Internasional Dubai. Penangkapan itu terjadi saat Buwaydani hendak meninggalkan wilayah UEA setelah kunjungan pribadi. Hingga kini, belum diketahui secara pasti alasan di balik penahanan tokoh militer penting tersebut.

Informasi ini disampaikan oleh dua sumber dari sayap militer kelompok Jaish Al Islam kepada kantor berita Agence France-Presse (AFP). “Kami tidak tahu alasan penangkapannya,” ungkap salah satu sumber. Mereka menyebut Buwaydani masuk ke UEA menggunakan paspor Turki dan tidak dalam misi politik atau militer. Ia hanya melakukan perjalanan pribadi.

Pemerintah Transisi Suriah Minta Penjelasan

Setelah kabar penangkapan menyebar, pemerintah transisi Suriah dilaporkan segera menghubungi otoritas Emirat untuk meminta klarifikasi. Namun hingga kini, belum ada respons resmi dari pemerintah UEA. Pihak Emirat juga belum mengeluarkan pernyataan publik mengenai keberadaan atau status hukum Buwaydani.

Penangkapan ini mengejutkan banyak pihak karena terjadi tidak lama setelah UEA menyambut kunjungan Presiden interim Suriah Ahmed Al Sharaa—pemimpin kelompok oposisi Hayat Tahrir Al Sham (HTS)—yang sebelumnya juga berperan penting dalam menggulingkan rezim Bashar Al Assad pada akhir 2024 lalu.

Tokoh Sentral Revolusi Suriah

Issam Buwaydani dikenal sebagai tokoh sentral dalam perjuangan militer oposisi Suriah. Ia menjadi panglima tertinggi Jaish Al Islam—salah satu kelompok pemberontak paling berpengaruh dalam konflik Suriah—setelah pendirinya, Zahran Alloush, tewas dalam serangan udara pada 2015.

Di bawah kepemimpinan Buwaydani, Jaish Al Islam sempat menguasai wilayah strategis Ghouta Timur, yang terletak di pinggiran ibu kota Damaskus. Wilayah ini menjadi salah satu basis perlawanan terhadap Assad, dan menjadi saksi banyak pertempuran sengit antara oposisi dan pasukan pemerintah.

Setelah Presiden Bashar Al Assad digulingkan pada akhir 2024 dan kelompok-kelompok bersenjata pro-Assad dibubarkan, Jaish Al Islam dilebur ke dalam angkatan bersenjata baru bentukan pemerintahan transisi. Buwaydani pun dipercaya menjadi panglima militer nasional untuk struktur militer baru Suriah yang disahkan oleh Dewan Transisi.

Tuntutan Pembebasan dan Aksi Protes

Menanggapi penangkapan tersebut, juru bicara militer utama Jaish Al Islam, Hamza Bayraqdar, menyerukan pembebasan Buwaydani secara “segera dan tanpa syarat”. Pernyataan itu ia sampaikan melalui aplikasi Telegram, menyebut bahwa Buwaydani adalah “simbol revolusi Suriah” dan penangkapannya tidak dapat dibenarkan secara moral maupun politik.

Tak hanya dari kalangan militer, suara penolakan juga datang dari masyarakat sipil. Para aktivis dan pendukung revolusi mulai menggalang aksi protes di Damaskus dan beberapa kota lainnya. Mereka menuntut transparansi dari UEA serta membela tokoh yang mereka anggap berjasa dalam perubahan politik di Suriah.

Bayang-Bayang Tuduhan Lama

Meski dihormati oleh banyak pendukung revolusi, Buwaydani dan Jaish Al Islam tidak sepenuhnya lepas dari kontroversi. Kelompok ini pernah dituduh terlibat dalam penculikan empat aktivis hak asasi manusia pada Desember 2013, termasuk pengacara dan jurnalis Suriah ternama, Razan Zeitouneh. Tuduhan tersebut berulang kali dibantah oleh pihak Jaish Al Islam, dan hingga kini kasus tersebut belum menemukan titik terang.

Penangkapan Buwaydani oleh UEA memunculkan spekulasi bahwa terdapat tekanan atau dinamika diplomatik tersembunyi di balik tindakan itu. Mengingat UEA juga membuka komunikasi dengan berbagai faksi politik Suriah pasca-Assad, beberapa pengamat menilai insiden ini bisa menjadi bagian dari manuver politik regional yang lebih besar.

Menanti Sikap Resmi Emirat

Hingga artikel ini ditulis, belum ada pernyataan dari otoritas UEA mengenai keberadaan atau status hukum Issam Buwaydani. Pemerintah transisi Suriah dan kelompok oposisi mendesak keterbukaan dan mengingatkan bahwa tindakan semacam ini bisa memperkeruh situasi politik yang tengah berupaya stabil di negara pasca-konflik seperti Suriah.

Buwaydani, yang telah bertahun-tahun memimpin perlawanan militer terhadap kekuasaan otoriter Assad, kini menghadapi situasi pelik di luar medan perang: ancaman politik dan diplomatik yang bisa mengubah nasibnya dan mempengaruhi arah transisi Suriah ke depan.

Baca Juga : 14.000 Tentara Korea Utara Perkuat Rusia di Ukraina

Penulis:

Nida Ulfa

Related Post

Tinggalkan komentar