Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengesahkan aturan baru terkait perlakuan perpajakan dan/atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor pertambangan batu bara, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2025 yang merevisi PP Nomor 15 Tahun 2022. Peraturan ini ditandatangani pada 11 April 2025 dan mulai berlaku 15 hari kemudian, yakni pada 26 April 2025.
Tujuan utama regulasi ini adalah memberikan kepastian hukum dan usaha bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan dari kontrak atau perjanjian sebelumnya. Beberapa perusahaan yang telah mendapatkan IUPK lanjutan ini meliputi PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Berau Coal, PT Multi Harapan Utama (MHU), PT Kendilo Coal Indonesia, serta PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI).
Dalam Pasal II PP No. 18/2025 ditegaskan bahwa peraturan ini berlaku setelah 15 hari sejak diundangkan dan wajib diumumkan dalam Lembaran Negara. Sementara itu, Pasal I merinci perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam PP sebelumnya:
Perubahan pada Pasal 4:
- Ayat (3) dan (5) diubah, ayat (6) dihapus.
- Objek pajak mencakup penghasilan dari usaha (seperti penjualan produksi) dan di luar usaha.
- Penghitungan penghasilan harus menggunakan nilai tertinggi antara harga patokan batubara dan harga aktual transaksi.
- Penghasilan dari luar usaha diatur sesuai dengan ketentuan Pajak Penghasilan yang berlaku.
Perubahan pada Pasal 16:
- Diatur ketentuan perpajakan, PNBP, dan pendapatan daerah bagi pemegang IUPK lanjutan.
- Tarif PNBP atas penjualan hasil tambang ditentukan berdasarkan Harga Batubara Acuan (HBA), dengan persentase yang meningkat seiring naiknya harga jual, dikurangi iuran produksi, royalti, dan pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B.
- Terdapat juga ketentuan PNBP berupa bagian pemerintah pusat dan daerah dari keuntungan bersih pemegang IUPK, serta ketentuan pajak lainnya seperti PPh Badan dan Pajak Bumi dan Bangunan.