Roket Israel menghantam wilayah Lebanon selatan pada Sabtu (22/3/2025), menewaskan sedikitnya delapan orang dan mengancam perjanjian gencatan senjata yang sebelumnya mengakhiri perang selama setahun antara Israel dan kelompok bersenjata Hizbullah di Lebanon.
Serangan ini menjadi salah satu insiden paling mematikan yang dipicu oleh perang di Gaza, setelah serangkaian baku tembak lintas perbatasan yang menewaskan komandan senior Hizbullah.
Menurut laporan dari Reuters, Hizbullah membantah keterlibatan dalam serangan roket tersebut dan menegaskan tetap mematuhi kesepakatan gencatan senjata. Hingga kini, belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Seorang pejabat Israel menyatakan bahwa pihaknya belum mengidentifikasi kelompok yang meluncurkan roket. Sebanyak enam roket dilaporkan ditembakkan, di mana tiga roket melintasi wilayah Israel namun berhasil dicegat.
Serangan balasan Israel menewaskan tiga orang di Bint Jbeil dan Touline, serta lima orang lainnya di kota pelabuhan Tyre, sebagaimana dilaporkan kantor berita pemerintah Lebanon yang mengutip informasi dari otoritas kesehatan setempat.
Pertempuran ini adalah yang pertama kali terjadi sejak Israel membatalkan gencatan senjata terpisah dengan Hamas di Gaza — sekutu Hizbullah, yang sama-sama mendapat dukungan dari Iran.
Pada malam harinya, Israel melancarkan serangan gelombang kedua.
“Kami berharap Lebanon memenuhi bagian mereka dalam perjanjian,” ujar Ophir Falk, penasihat kebijakan luar negeri Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kepada Reuters.
“Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk menjaga gencatan senjata dan memastikan warga sipil kami bisa pulang dengan aman,” tambahnya.
Militer Israel juga mengumumkan bahwa tiga roket yang ditembakkan dari wilayah Lebanon sekitar enam kilometer dari perbatasan telah berhasil dicegat sebelum mencapai kota Metula di Israel.
