Skandal Dana Politik di Balik Layar: Ketua PKK Semarang Diduga Peras ASN Bapenda Demi Pencalonan Mbak Ita

Nida Ulfa

Terbongkar! Dugaan Pemerasan Terstruktur Jelang Pilwakot Semarang 2024

Kota Semarang diguncang skandal politik menjelang Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) 2024. Nama besar Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang, Alwin Basri, mencuat dalam kasus dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang melibatkan aparatur sipil negara (ASN) dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Ia diduga meminta dana secara rutin kepada ASN demi mendukung langkah politik sang istri, Hevearita Gunaryanti Rahayu—akrab disapa Mbak Ita—untuk kembali maju sebagai calon wali kota.

KPK Bongkar Modus Dana Gelap: “Iuran Kebersamaan” ASN untuk Politik Dinasti

Dalam persidangan yang digelar baru-baru ini, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Vernika Putra, mengungkapkan fakta mencengangkan. Ia menyatakan bahwa sejak akhir tahun 2022, Mbak Ita bersama suaminya rutin meminta setoran dana setiap tiga bulan sekali dari pejabat dan pegawai Bapenda Kota Semarang.

Dana tersebut tidak dikumpulkan secara resmi, melainkan melalui modus yang disebut “iuran kebersamaan”, yang pada kenyataannya merupakan bentuk pemaksaan. Dana ini dikumpulkan dari insentif pemungutan pajak daerah dan tambahan penghasilan pegawai, dua komponen yang seharusnya murni menjadi hak ASN tanpa intervensi politik.

Jatah Politik atau Pemerasan Sistematis?

Skema “iuran kebersamaan” ini terindikasi sebagai bagian dari sistem pemerasan terselubung yang dirancang untuk membiayai aktivitas politik Mbak Ita menjelang Pilwakot. Pegawai Bapenda disebut tidak dalam posisi sukarela, melainkan berada di bawah tekanan moral dan struktural dari atasan maupun lingkungan kerja.

Menurut penjelasan jaksa, permintaan dana dilakukan secara berkala dan sistematis, memperlihatkan bahwa ini bukan praktik spontan atau insidental, melainkan sudah menjadi bagian dari rutinitas internal. Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai etika kepemimpinan dan penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan pemerintahan kota.

Dampak Terhadap ASN: Integritas dan Kesejahteraan Dipertaruhkan

Praktik semacam ini tidak hanya mencoreng integritas birokrasi, tetapi juga menggerus kesejahteraan pegawai. Insentif dan tambahan penghasilan yang seharusnya menjadi hak pegawai atas kinerja dan produktivitas kerja, kini harus dialihkan demi ambisi politik seseorang.

Tekanan semacam ini dapat menimbulkan efek jangka panjang, mulai dari turunnya moral pegawai, hilangnya kepercayaan publik terhadap ASN, hingga menghambat reformasi birokrasi yang tengah dijalankan di berbagai daerah.

Respons Publik dan Tuntutan Transparansi

Publik kini menuntut transparansi dan tindakan tegas dari pihak berwenang. Kasus ini menjadi bukti bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak hanya harus fokus pada kepala daerah atau elite politik, tetapi juga pada lingkaran kekuasaan di balik layar yang selama ini luput dari sorotan.

Sebagian warga dan aktivis antikorupsi meminta agar KPK membuka seluruh rantai keterlibatan dalam kasus ini, termasuk kemungkinan adanya pihak lain di lingkungan pemerintahan Kota Semarang yang turut berperan.

Ujian Besar Bagi Demokrasi Lokal

Skandal ini menjadi ujian serius bagi demokrasi lokal dan reformasi birokrasi di Kota Semarang. Masyarakat berharap Pilwakot 2024 dapat berlangsung dengan adil, transparan, dan bebas dari praktik politik uang serta intervensi kekuasaan yang tidak sehat.

KPK kini diharapkan tidak hanya berhenti pada pengungkapan kasus ini, tetapi juga mampu menjadikan momentum ini sebagai pintu masuk untuk membersihkan praktik-praktik kotor dalam politik daerah.

Penulis:

Nida Ulfa

Related Post

Tinggalkan komentar