Skandal Dukun & Hadiah Mewah Guncang Mantan Presiden

Nida Ulfa

SEOUL – Rumah mantan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, menjadi sasaran penggerebekan jaksa pada Rabu (30/4) sebagai bagian dari penyelidikan besar terhadap dugaan penerimaan hadiah mewah yang melibatkan seorang dukun dan istri Yoon, Kim Keon-hee. Skandal ini memperdalam krisis politik yang telah mengguncang negeri Ginseng setelah berakhirnya masa jabatan Yoon secara kontroversial.

Penggerebekan tersebut dilakukan di kediaman Yoon yang terletak di distrik Seocho, Seoul, hanya beberapa minggu setelah Mahkamah Konstitusi Korea Selatan mencabut seluruh hak istimewanya sebagai mantan presiden. Keputusan tersebut dikeluarkan setelah Yoon memberlakukan dekrit darurat militer pada 3 Desember tahun lalu—tindakan yang dipandang oleh banyak kalangan sebagai upaya kudeta sipil terselubung dan pelanggaran terhadap sistem demokrasi Korea Selatan.

Dukun, Hadiah Mewah, dan Gereja Kontroversial

Mantan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol

Penyelidikan terbaru ini berpusat pada Jeon Seong-bae, seorang dukun yang dikenal memiliki jaringan luas di kalangan elite politik dan bisnis Korea Selatan. Jeon dituduh menerima berbagai hadiah bernilai tinggi dari seorang pejabat tinggi Unification Church—kelompok agama kontroversial yang memiliki pengaruh signifikan di Korea, bahkan secara global.

Hadiah tersebut berupa kalung berlian, tas desainer mahal, dan ginseng kualitas premium—produk kesehatan yang sangat dihargai di Korea Selatan. Barang-barang ini diduga kuat ditujukan untuk Kim Keon-hee, istri Yoon, yang sebelumnya juga sempat diperiksa dalam kasus dugaan manipulasi saham dan gratifikasi.

Meski Jeon mengklaim bahwa hadiah-hadiah itu tidak pernah ia serahkan ke Kim dan bahwa ia “kehilangan” barang-barang tersebut, bukti digital berupa pesan teks yang diperoleh jaksa menunjukkan bahwa pejabat gereja tersebut mendesak Jeon untuk mengembalikan kalung berlian tersebut, memperkuat dugaan adanya perantara dalam praktik suap ini.

Bayangan Perdukunan di Balik Kekuasaan

Keluarga Yoon memang telah lama dikaitkan dengan kepercayaan spiritual yang tidak lazim dalam lingkaran kekuasaan. Pada awal masa jabatannya tahun 2022, Yoon memindahkan kantor kepresidenan dari gedung Blue House ke kompleks Kementerian Pertahanan di Yongsan, sebuah langkah yang disebut-sebut terinspirasi oleh nasihat seorang dukun.

Langkah ini menuai kecaman luas dan menjadi salah satu indikasi awal bahwa unsur mistis atau spiritual non-tradisional mungkin memiliki pengaruh terhadap keputusan negara. Kritikus menilai bahwa keputusan-keputusan seperti ini mencoreng rasionalitas dalam kepemimpinan negara dan membuka celah terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan.

Kehilangan Legitimasi Politik

Setelah menjabat sebagai presiden sejak 2022, masa pemerintahan Yoon dihantam berbagai kontroversi. Di tengah kejatuhan popularitasnya, skandal demi skandal terus mencuat, termasuk dugaan korupsi, konflik kepentingan, dan kedekatan yang mencurigakan dengan tokoh-tokoh spiritual.

Puncaknya, partainya menderita kekalahan telak dalam pemilihan umum legislatif pada April lalu, gagal merebut kembali mayoritas di Parlemen. Dalam suasana kekalahan dan tekanan politik, Yoon memberlakukan dekrit darurat pada Desember dengan dalih mencegah “kebuntuan legislatif dan kecurangan pemilu”, sebuah langkah yang dikecam luas sebagai upaya kudeta konstitusional.

Namun Mahkamah Konstitusi bertindak cepat, menyatakan dekrit itu inkonstitusional dan mencabut seluruh hak mantan presiden Yoon, termasuk perlindungan hukum dan keamanan negara. Ia pun terpaksa angkat kaki dari kediaman resmi kepresidenan dan kembali ke rumah lamanya di distrik Seocho.

Penegakan Hukum di Tengah Kecurigaan Publik

Penyelidikan jaksa kini diarahkan untuk menguak apakah hadiah-hadiah mewah itu benar-benar sampai ke tangan mantan ibu negara Kim Keon-hee, dan apakah ada pelanggaran pidana dalam proses tersebut. Jika terbukti, ini bisa menjadi pukulan hukum baru bagi pasangan yang telah kehilangan kepercayaan publik.

Sementara itu, opini publik di Korea Selatan tetap terbelah. Sebagian masyarakat menilai langkah hukum terhadap Yoon sebagai bentuk koreksi demokratis yang dibutuhkan, sementara lainnya melihatnya sebagai bagian dari perburuan politik terhadap presiden yang kini tak lagi memiliki perlindungan hukum.

Dengan penyelidikan yang terus berkembang, skandal ini berpotensi menjadi bab baru dalam sejarah politik Korea Selatan, yang tak pernah sepi dari drama kekuasaan, spiritualisme, dan intrik di balik layar.

Baca Juga : “600 Tewas, Ribuan Luka: Misi Mematikan Korut di Ukraina”

Penulis:

Nida Ulfa

Related Post

Tinggalkan komentar