Berita mengejutkan datang dari Malaysia. Menteri Pertanian Indonesia, Amran Sulaiman, mengungkapkan bahwa Pemerintah Malaysia telah meminta pasokan beras dari Indonesia. Permintaan ini disampaikan dalam pertemuan resmi antara Menteri Amran dengan Menteri Pertanian dan Keamanan Pangan Malaysia, Datuk Seri Mohammad Bin Sabu, di Kementerian Pertanian Indonesia pada Selasa (22/4/2025).
Menanggapi hal tersebut, Amran menegaskan bahwa prioritas pemerintah Indonesia saat ini adalah menjaga ketahanan pangan domestik dan memastikan stok beras dalam negeri aman. “Malaysia telah mengajukan permintaan beras, tetapi saat ini kami harus fokus pada keamanan pasokan dalam negeri terlebih dahulu. Ketahanan pangan nasional adalah prioritas utama kami, setelah itu baru kami bisa mempertimbangkan bantuan lebih lanjut untuk negara sahabat,” ujar Amran.
Keinginan Malaysia untuk Memperkuat Kerja Sama Pertanian
Selain meminta beras, kedatangan Menteri Datuk Seri Mohammad Bin Sabu juga bertujuan untuk memperkuat kerja sama dalam teknologi pertanian antara Indonesia dan Malaysia. Ia mengungkapkan kekagumannya terhadap kemajuan sektor pertanian Indonesia, khususnya dalam peningkatan produksi padi yang mencukupi kebutuhan nasional dan berpotensi untuk ekspor. “Kami sangat mengapresiasi sambutan Menteri Pertanian Indonesia. Kami sangat terkesan dengan kemajuan sektor pertanian Indonesia, terutama produksi padi yang sangat berkembang,” ujarnya.
Datuk Seri juga mengakui bahwa produksi beras di Malaysia masih tertinggal, dengan tingkat pertanaman yang rendah dan ketergantungan yang besar pada impor. Harga beras di Malaysia pun melonjak akibat terbatasnya pasokan domestik. “Karena Indonesia dan Malaysia adalah negara tetangga yang sangat dekat, kami merasa perlu belajar dari Indonesia. Banyak hal positif yang bisa kami pelajari di sini,” tambahnya.
Mentan Amran menyambut baik semangat kolaborasi ini dan menyatakan bahwa Indonesia terbuka untuk berbagi pengalaman dan teknologi pertanian dengan negara-negara sahabat, termasuk Malaysia. Indonesia juga menawarkan kerja sama dalam bentuk pelatihan, riset bersama, dan demonstrasi teknologi pertanian.
Krisis Beras di Malaysia
Industri beras Malaysia kini menghadapi tekanan besar, dengan ketergantungan impor yang terus meningkat dan hasil panen lokal yang stagnan. Pada 2023, rasio swasembada beras (SSR) Malaysia turun menjadi 56,2%, menurun 6,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun pemerintah Malaysia menargetkan SSR 75% pada 2025, banyak pihak yang meragukan tercapainya target tersebut. Bahkan, BIMB Securities menyebutkan bahwa target tersebut hampir mustahil tercapai.
Berbagai masalah yang menyebabkan penurunan rasio swasembada beras Malaysia antara lain konversi lahan pertanian, kerusakan tanah, irigasi yang ketinggalan zaman, dan populasi petani yang menua. Selain itu, perubahan iklim ekstrim juga menyebabkan kerusakan pada lebih dari 10.000 hektar sawah dan mengganggu pola tanam.
Petani Malaysia juga menghadapi tantangan seperti hama kumbang, ulat grayak, dan gulma yang mengurangi produktivitas. Meski pemerintah telah menaikkan harga minimum padi menjadi RM1.800 per ton dan memberikan subsidi, margin keuntungan petani tetap tertekan akibat biaya produksi yang tinggi.
Direktur IADA Barat Laut Selangor, Mario Valeriano, mengungkapkan bahwa dengan subsidi RM500 per ton dalam Skema Subsidi Harga Padi (SSHP), petani akan mendapatkan pendapatan minimum RM2.000 per ton. Namun, ia menekankan bahwa upaya pemerintah belum menyelesaikan masalah mendasar, seperti reformasi industri beras dan perbaikan infrastruktur.
Ke depan, Malaysia menargetkan SSR mencapai 80% pada 2030. Namun, Valeriano menegaskan bahwa pencapaian tersebut hanya mungkin jika ada perbaikan signifikan dalam infrastruktur irigasi, pengelolaan sumber daya, dan adaptasi terhadap perubahan iklim.