Pernyataan terbaru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, soal rencananya untuk “mengambil alih” Jalur Gaza dan menjadikannya “zona kebebasan” menuai reaksi keras dari kelompok perlawanan Palestina, Hamas. Pernyataan tersebut dianggap sangat provokatif dan menunjukkan ketidakpekaan terhadap realitas historis dan politik yang tengah berlangsung di wilayah tersebut.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis Jumat (16/5/2025) dan dikutip oleh AFP, pejabat senior Hamas, Basem Naim, menegaskan bahwa Jalur Gaza bukanlah komoditas yang bisa diperjualbelikan atau dijadikan proyek geopolitik oleh kekuatan asing.
“Gaza merupakan bagian integral dari tanah Palestina — Gaza bukan real estate untuk dijual di pasar terbuka,” ujar Naim dengan nada tegas.
Lebih lanjut, Naim menyatakan bahwa Hamas dan rakyat Palestina tetap berkomitmen kuat terhadap hak atas tanah mereka dan tujuan nasional yang telah diperjuangkan selama puluhan tahun. Ia menambahkan bahwa kelompoknya siap melakukan segala bentuk pengorbanan demi mempertahankan kedaulatan tanah air serta menjamin masa depan generasi mendatang.
“Kami tetap berkomitmen kuat terhadap tanah kami dan tujuan nasional kami, dan kami siap untuk melakukan segala pengorbanan untuk melestarikan tanah air kami dan mengamankan masa depan rakyat kami,” tambahnya.
Baca Juga : Macron Sebut Blokade Israel ke Gaza sebagai Tindakan Memalukan
Pernyataan Trump yang Memantik Amarah
Donald Trump menyampaikan gagasannya mengenai Gaza saat melakukan kunjungan kenegaraan ke Qatar, negara kedua yang ia kunjungi dalam rangkaian tur diplomatiknya ke Timur Tengah setelah Arab Saudi. Dalam pidatonya pada Kamis (15/5), Trump mengemukakan rencananya untuk menjadikan Gaza sebagai semacam “zona kebebasan” yang akan melibatkan langsung Amerika Serikat.
“Saya memiliki konsep untuk Gaza yang menurut saya sangat bagus, menjadikannya zona kebebasan, membiarkan Amerika Serikat terlibat dan menjadikannya sebagai zona kebebasan,” ujar Trump.
Bahkan, ia secara eksplisit mengatakan, “Saya akan bangga jika Amerika Serikat memilikinya, mengambil alihnya, menjadikannya zona kebebasan.”
Namun, Trump tidak memberikan penjelasan rinci mengenai makna konkret dari “zona kebebasan” tersebut—apakah itu merujuk pada proyek ekonomi, zona demiliterisasi, atau bentuk intervensi politik lainnya.
Baca Juga : Hamas Bebaskan Sandera Israel-AS Setelah 19 Bulan di Gaza
Reaksi Internasional dan Bahaya Presepsi Imperialistik
Pernyataan Trump ini tidak hanya menyinggung Hamas, tetapi juga berisiko memperburuk persepsi global terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang dinilai kerap mengedepankan kepentingan hegemonik. Para analis politik menyebut konsep “zona kebebasan” yang disampaikan Trump sebagai bentuk baru kolonialisme yang dibungkus dengan retorika kebebasan dan pembangunan.
Banyak pihak mempertanyakan motif di balik pernyataan tersebut, mengingat Gaza adalah wilayah yang sudah lama terblokade dan dilanda krisis kemanusiaan. Campur tangan asing tanpa persetujuan dan partisipasi rakyat lokal dikhawatirkan akan memperburuk ketegangan yang sudah sangat tinggi di kawasan tersebut.
Gaza: Antara Blokade, Perlawanan, dan Martabat

Arsip – Anggota kelompok perlawanan Palestina, Hamas. (Anadolu/as)
Jalur Gaza, yang dihuni oleh lebih dari dua juta penduduk Palestina, telah berada di bawah blokade Israel sejak tahun 2007, setelah Hamas mengambil alih kendali dari Otoritas Palestina. Wilayah ini kerap menjadi medan konflik dan telah mengalami berbagai serangan militer, menyebabkan kehancuran besar dan krisis kemanusiaan berkepanjangan.
Bagi Hamas dan sebagian besar rakyat Palestina, setiap upaya untuk “mengambil alih” wilayah mereka oleh kekuatan asing, tanpa konsensus rakyat, merupakan bentuk penjajahan yang terang-terangan.
Kedaulatan Bukan untuk Dinegosiasikan
Pernyataan Trump mungkin dimaksudkan sebagai upaya diplomasi atau bahkan strategi ekonomi-politik, namun bagi rakyat Palestina, hal itu dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan dan harga diri bangsa.
Selama tidak ada penyelesaian adil atas konflik Palestina-Israel yang menjamin hak-hak rakyat Palestina secara menyeluruh, maka setiap intervensi asing akan terus dipandang sebagai bentuk agresi terselubung, bukan solusi.
Gaza bukan zona bebas untuk diambil alih—melainkan tanah air yang diperjuangkan.
Baca Juga : Inggris-Prancis Bahas Pengakuan Palestina di PBB 2025