Presiden Amerika Serikat saat ini, Donald J. Trump, kembali membuat pernyataan mengejutkan yang menyulut kontroversi di dalam dan luar negeri. Dalam sebuah pidato politik terbarunya, Trump secara terbuka menyindir Elon Musk — miliarder teknologi pendiri Tesla dan SpaceX — dan menyarankannya untuk “pulang kampung” ke Afrika Selatan, tempat kelahiran Musk.
Pernyataan tajam itu terlontar dalam sebuah acara kampanye di Texas, di mana Trump berbicara lantang soal dominasi korporasi teknologi dan potensi ancaman mereka terhadap kedaulatan demokrasi Amerika. Di tengah pidatonya, Trump mengarahkan kritik tajam pada Elon Musk, menyebutnya sebagai “orang asing superkaya yang ingin mengatur Amerika seperti mainan pribadinya.”
“Kalau dia lebih suka atur-atur segalanya dari Twitter, kalau dia pikir dia lebih tahu soal negara ini daripada kita semua, mungkin lebih baik dia pulang saja ke Afrika Selatan!” kata Trump disambut sorakan sebagian pendukungnya.
Pernyataan tersebut segera memicu gelombang reaksi dari berbagai pihak. Elon Musk sendiri merespons melalui platform X (dulu Twitter) dengan cuitan yang pendek namun pedas, “Saya tinggal di Amerika karena saya percaya pada kebebasan berpikir. Kalau saya mau diatur orang seperti Anda, saya sudah pindah ke China.”
Perseteruan antara Trump dan Musk bukanlah hal baru. Selama masa kampanye dan bahkan sejak Trump kembali menjabat sebagai Presiden, hubungan mereka penuh dinamika. Awalnya, Musk sempat memberikan dukungan terselubung untuk sejumlah kebijakan ekonomi Trump, terutama soal pemotongan pajak korporat. Namun sejak itu, hubungan mereka memburuk, terutama setelah Musk membeli Twitter dan mengubahnya menjadi platform X dengan pendekatan yang sangat bebas terhadap ujaran publik.
Trump menuduh Musk menggunakan kekuatan medianya untuk menciptakan opini dan narasi yang mengganggu stabilitas nasional. Ia menyebut Musk sebagai “raja bayangan” yang seolah-olah tak tersentuh oleh hukum dan terlalu kuat untuk dikritik.
Namun banyak pihak menilai komentar Trump kali ini melewati batas. Menyarankan seseorang yang telah menjadi warga negara Amerika Serikat untuk “pulang kampung” hanya karena tidak setuju dengan pandangannya dinilai berbau xenofobia. Bahkan sebagian anggota Partai Republik sendiri merasa tidak nyaman dengan retorika Trump.
“Ini bukan soal Elon Musk saja, ini tentang bagaimana kita memperlakukan imigran yang telah memberikan kontribusi luar biasa bagi bangsa ini,” ujar seorang senator independen.
Di sisi lain, loyalis Trump menganggap pernyataan itu wajar sebagai bentuk perlawanan terhadap apa yang mereka sebut sebagai dominasi elit teknologi dalam kehidupan sosial dan politik Amerika. Menurut mereka, Trump hanya mengatakan apa yang banyak orang pikirkan: bahwa perusahaan teknologi seperti milik Musk sudah terlalu besar untuk dikendalikan dan terlalu bebas dalam mempengaruhi opini publik.
Sementara itu, saham Tesla sempat goyah usai pernyataan Trump viral, namun dengan cepat pulih setelah Musk merilis pernyataan resmi yang menegaskan komitmennya terhadap Amerika dan peran aktifnya dalam inovasi untuk negeri ini. Musk juga menegaskan bahwa dirinya tetap akan mendukung kebebasan berbicara dan akan terus mengembangkan platform X sebagai media alternatif yang netral.
Perseteruan ini menambah daftar panjang konflik terbuka antara Presiden Trump dan para tokoh teknologi. Sebelumnya, Trump juga sempat terlibat ketegangan dengan CEO Apple dan Amazon, terutama terkait pajak dan kebijakan dalam negeri.
Beberapa analis menyebut bahwa Trump sedang mempersiapkan “musuh bersama” menjelang pemilu jangka menengah, dan Elon Musk adalah target empuk — kaya, berpengaruh, dan bukan asli Amerika. Namun strategi ini juga dinilai berisiko karena bisa merusak hubungan Presiden dengan para inovator dan investor besar yang menjadi tulang punggung ekonomi digital AS.
Sejauh ini belum ada tanda-tanda bahwa ketegangan ini akan mereda. Justru semakin hari, pertarungan verbal antara Gedung Putih dan markas SpaceX tampak makin memanas. Apakah ini hanya drama politik biasa, ataukah benar-benar awal dari perpecahan besar antara pemerintah dan raksasa teknologi?
Yang jelas, dalam era di mana politik dan teknologi makin tak terpisahkan, pertarungan Trump dan Musk menjadi simbol dari konflik ideologis antara kekuasaan negara dan kekuatan kapital swasta. Dan seperti biasa, dunia hanya bisa menunggu babak selanjutnya — di panggung, atau di Twitter.
Baca Juga : Trump Ancam Elon Musk Jika Dukung Partai Demokrat